KOMPAS.com – Sebuah agenda penting Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) adalah terciptanya kota dan permukiman berkelanjutan pada 2030 mendatang. Sejauh apa langkah Indonesia dalam mencapai hal itu?
Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), saat ini sekitar 900 juta penduduk dunia hidup pada kawasan permukiman kumuh (slums) dengan akses buruk terhadap sanitasi dan juga air. Jumlah itu diprediksi akan meningkat hingga 1,5 miliar penduduk pada satu dekade mendatang.
Angka di atas merupakan suatu permasalahan penting yang selayaknya menjadi perhatian negara-negara seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Terlebih lagi, Konferensi Habitat III yang diselenggarakan PBB di Quito, Ekuador pada 2016 lalu telah menegaskan, penyediaan permukiman yang layak bagi semua penduduk dunia kian mendesak di tengah arus urbanisasi masa kini.
Pada 2014, sebanyak 54 persen penduduk dunia tinggal di kawasan perkotaan. Persentase tersebut diprediksi akan meningkat menjadi 66 persen pada 2050. Lonjakan jumlah penduduk perkotaan menghadapi sejumlah tantangan, utamanya terkait pemenuhan tempat tinggal layak.
Di Indonesia, masalah permukiman tersebut masih menjadi tantangan tersendiri. Badan Pusat Statistik pada 2015 mencatat, angka kebutuhan hunian yang belum terpenuhi (backlog) mencapai 11,4 juta.
Artinya, terdapat 11,4 juta rumah tangga di Indonesia, baik masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maupun non-MBR yang belum memiliki hunian sendiri.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, setiap warga negara berhak atas pemenuhan tempat tinggal yang merupakan kebutuhan dasar manusia.
Karena itu, permukiman layak menjadi suatu kebutuhan yang tak bisa ditawar lagi. Untuk menciptakan permukiman yang layak huni, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah mencanangkan Program Sejuta Rumah pada 2015 lalu. Harapannya adalah setiap insan bangsa ini tak ada lagi yang hidup tanpa rumah layak.
Hal tersebut memang bukan suatu perjuangan mudah. Menurut Badan Pusat Statistik, kebutuhan rumah di Indonesia setiap tahunnya adalah sebesar 800.000 unit, namun yang dapat disuplai hanya sekitar 400.000 unit.
Berdasarkan hitung-hitungan itulah, Kementerian PUPR memprediksi kondisi backlog baru dapat menjadi nol pada 2045 atau 29 tahun dari penelitian tersebut (Kompas.com, Selasa, 3/1/2017).
Optimistis
Meskipun butuh upaya ekstra dalam mengatasi masalah papan di Indonesia, pemerintah berjanji akan maksimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Utamanya, dalam menggenjot Program Sejuta Rumah.
Kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan pun dijalankan pemerintah. Pihak tersebut antara lain Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (REI).
Sebagaimana dikutip laman resmi Kementerian PUPR, Senin (9/1/2017), Menteri PUPR Basuki Hadimuljono berharap REI dapat turut menyukseskan Program Sejuta Rumah.
"Kami berharap hubungan baik antara Kementerian PUPR dengan para pengembang salah satunya seperti asosiasi pengembang REI bisa terus dilanjutkan. Kami juga harap REI tetap mendukung Program Sejuta Rumah pada 2017 ini,” ujar Basuki saat menerima audiensi Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata dan jajarannya kala itu.
Adapun Soelaman mengatakan, Program Sejuta Rumah merupakan program strategis nasional sehingga memerlukan komitmen bersama dari seluruh lembaga atau kementerian pemerintah maupun pihak terkait lainnya.
"Dalam hal ini, REI siap mendukung pemerintah dalam menyukseskan Program Sejuta Rumah," ucap pria yang akrab disapa Eman itu saat berkunjung ke redaksi Kompas.com, Jumat (25/8/2017).
Dengan target pasar tersebut, dia memastikan ke depan lebih dari 50 persen orientasi pembangunan oleh anggota REI akan menyentuh penyediaan rumah segmentasi MBR.
Eman pun optimistis target pembangunan 210.000 unit rumah rakyat dapat terpenuhi hingga akhir tahun ini. Per Juli lalu tercatat sudah terbangun sekitar 90.000 unit.
(Baca: Tahun Ini REI Targetkan Bangun 210.000 Rumah Subsidi)
Menurut Eman, membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh rumah layak adalah bentuk kesetaraan yang seyogianya terwujud.
"Karena itu, REI mencanangkan diri menjadi garda terdepan dalam membangun rumah rakyat," ujarnya.
Dia menambahkan, bagi REI, semakin banyak rumah terbangun tentunya diharapkan berdampak baik pula bagi masyarakat.
"Dengan begitu, impian setiap warga negara atas kebutuhan papan yang layak niscaya dapat terwujud," ucap Eman optimistis.
Sebagai bagian dari upaya mendukung Program Sejuta Rumah, REI bersama Kompas Gramedia dan Dyandra akan menyelenggarakan Indonesia Future City dan REI Mega Expo 2017.
Pergelaran yang berlangsung di Indonesia Convention Center (ICE) BSD pada 14-24 September 2017 mendatang menjadi pameran properti terbesar di Indonesia, karena diikuti oleh lebih dari 750 proyek perumahan dan 200 pengembang properti.