Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Kota Layak Anak

Kompas.com - 18/08/2017, 10:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

SIPUT, ikan impun, belut, itulah sebagian dari koleksi binatang tangkapan kami sewaktu kecil di sekitar rumah.

Jarak antarrumah yang dibatasi brandgang (jalur pemadam kebakaran) atau selokan kecil adalah ruang ruang misteri penuh petualangan bagi kita anak-anak.

Bila liburan tiba, maka semua anak di RT kami turun ke ruang-ruang misteri, berharap petualangan ala Tom Sawyer dan Huckleberry Finns.

Saya memilih menyusuri gorong-gorong sambil membayangkan Old Shaterhands dan Winettou dalam kisah epik karya Karl May.

Sepanjang malam Minggu, dengan pancing urek di tangan,  merogoh-rogoh lubang di sepanjang selokan, mencari tangkapan berharga berupa belut. Menegangkan!

Ruang misteri anak itu tempat saya tumbuh. Tidak sampai 45 tahun lalu, sekitar Gedung Sate Bandung begitu rindang memesona.

Sekarang ruang-ruang itu bertransformasi menjadi gedung kafe dan ruang para dewasa bercengkerama menghabiskan masa luang sambil menikmati kuliner.

Lantas, ke mana anak anaknya? Berdiri memandang pohon-pohon tua sepanjang Jalan Progo, saya hanya bisa melihat sekelabat bayang-bayang memori anak-anak berlari main bancakan dan bersepatu roda besi. Indahnya masa kecilku, saya beruntung.

Adalah sobatku sejak taman kanak-kanak Greg Hadi Nitihardjo,  yang mengingatkan saya sebagai perencana kota.

Hadi yang sekarang menjadi National Director SOS Kinderdorf, sebuah organisasi nirlaba didirikan oleh Hermann Gemeiner untuk pengasuhan dan hak anak berbasis keluarga, yang terus berkembang membangun village berbasis keluarga dengan 8 villages dari Aceh sampai Flores.

Kegusaran Greg tentang hilangnya elemen layak anak dalam desain tata kota kita di Indonesia sangat sahih.

Menurutnya, ini adalah isu besar karena para orang dewasa pengambil keputusan sedikit sekali menggunakan children's point of view, serta keputusan yang tidak mementingkan anak sebagai subyek utama. Akibatnya, ruang-ruang yang aman dan bersahabat bagi anak hilang dari kota.

Apa implikasi pada perencanaan kota, desain dan managemen kota, ketika kebutuhan dan hak anak menjadi isu sentralnya?

Bagaimana ruang ditata untuk memberi kesempatan anak mengamati dan menikmati alam, menjadi lebih sehat, dan mengembangkan pengetahuannya?

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com