JAKARTA, KompasProperti - Memiliki rumah adalah idaman setiap orang. Namun, kenyataannya, membeli rumah tidak semudah yang dibayangkan apalagi jika penghasilan pas-pasan.
Di sisi lain, harga rumah terutama di perkotaan seringkali tidak terjangkau, terutama oleh generasi milenial atau mereka yang lahir pada rentang tahun 1980-2000.
Sulitnya mencari rumah murah dirasakan oleh Diah (25), seorang pegawai di salah bank nasional cabang Bogor.
Ia menuturkan kesulitannya dalam membeli rumah setelah membandingkan beberapa penawaran dari agen properti.
"Rumah sekarang harganya mahal-mahal. Kalau beli harus inden," ujar Diah kepada KompasProperti, Sabtu (4/2/2017).
Menurut dia, saat ini jarang ditemui rumah-rumah yang sudah dibangun tetapi harganya masih murah.
Untuk memiliki rumah murah, ia harus memesan dan mengeluarkan uang muka atau down payment (DP) terlebih dahulu. Baru kemudian akad jual beli dilakukan dan rumah mulai dibangun.
Diah menceritakan, ia dan suaminya membeli rumah seharga Rp 388 juta di Bogor yang dekat rumah orangtua.
Saat itu, ia datang dan ditemui oleh seorang staf marketing yang mengatakan bahwa 2 hari lagi harga rumah sudah naik.
"Saya kira, itu cuma akal bulus marketing, tapi nggak tahunya memang benar. Harga baru buat hari Senin sudah ada dan bertengger di angka Rp 430 jutaan harganya," kata Diah.
Kemudian, pada hari kedatangannya itu, Diah pun memesan rumah tersebut. Setelah berkonsultasi dengan orangtuanya, ia memutuskan untuk menyerahkan DP.
Ia mengaku, rumahnya dikembangkan oleh PT Avindo Bangun Gemilang yang memperbolehkan pembeli untuk mencicil DP sampai 3 kali.
Untuk membeli rumah tersebut, Diah harus membayar DP Rp 15 juta dengan cicilan sampai 20 tahun. "Itu aja udah Rp 3,2 juta sebulan," sebut Diah.
Saat ini, ia tengah menunggu kabar dari Bank BTN untuk meloloskan pengajuan kreditnya.
Akad kredit rencananya berlangsung pada bulan ini. Sambil menunggu 4-6 bulan masa pembangunan rumah Diah kini tinggal bersama orangtuanya.