FCL, bersama rekanan peneliti dari REHAU Jerman, Dr. Dragan Griebel, menemukan bahwa dari 54 negara di Benua Afrika, hanya dua yang mampu memproduksi baja. Sementara itu, 52 negara lainnya harus berkompetisi dalam pasar dunia untuk memperoleh baja.
Memang, meskipun berbiaya tinggi dan sulit diperoleh, negara-negara tersebut tetap berjibaku mencari baja untuk membangunan lantaran baja seolah tidak tergantikan. Ternyata, hasil penelitial FCL berkata lain.
"Namun, baja bukannya tidak bisa digantikan. Ada material alternatif lain yang tumbuh di zona tropis planet kita, sebuah area yang secara kebetulan dekat dengan negara berkembang, yaitu bambu," ujar keterangan FCL dalam situs resminya.
Bambu tidak hanya mudah ditemukan dan jumlahnya masih banyak tersedia. Bambu juga sangat tangguh. Karena itu, bambu punya potensi sebagai pengganti ideal di lokasi-lokasi yang tidak mampu memproduksi baja. Di antara material potensial lain, misalnya kayu, bambu cenderung lebih unggul.
Berbeda dari kayu, bambu lebih tipis dan kopong. Bambu yang fleksibel bisa bergerak mengikuti tiupan angin. Karena itu, bambu lebih unggul dari kayu.
Sayangnya, sejauh ini bambu belum bisa begitu saja digunakan sebagai tulangan dalam beton. Masih ada proses penelitian dan pengembangan yang harus kembali dilakukan.
Kontraksi dan ekspansi bambu, misalnya, membuat bambu belum bisa digunakan. Kedua hal ini terjadi karena perubahan temeratir dan penyerapan air. Sejauh ini, satu tim yang berisi peneliti muda dalam FCL masih bekerja untuk mengeksplorasi potensi bambu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.