Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Thailand Bangun Asrama Siswa Ramah Lingkungan di Perbatasan

Kompas.com - 25/09/2013, 11:30 WIB
Tabita Diela

Penulis

www.designboom.com Perusahaan arsitektur asal Thailand, A.Gor.A Architects mendesain bangunan-bangunan temporer berbiaya rendah dengan menggunakan material daur ulang.
www.designboom.com Bangunan-bangunan tersebut akan dimanfaatkan sebagai asrama dan pusat pelatihan bagi 500 siswa. Masing-masing bangunan seluas 72 meter persegi mampu menampung sekitar 25 siswa.
www.designboom.com Masing-masing unit asrama menghabiskan dana sekitar 2.178 dollar AS atau Rp 25 juta. Relatif murah untuk bangunan yang digunakan banyak siswa. Selain itu, proses konstruksinya pun hanya memakan waktu empat minggu.
www.designboom.com Material yang digunakan adalah kayu daur ulang yang diambil dari bangunan tua, bambu, dan daun ekaliptus. Para arsitek bekerja sama dengan petugas penghancuran rumah tua untuk menyingkirkan kayu-kayu yang sudah tidak terpakai.
www.designboom.com Di dalam masing-masing asrama tidak hanya terdapat ruang untuk beristirahat. Para siswa bisa bersantai dalam ruang bersirkulasi udara baik.
KOMPAS.com - Wilayah Mae Sot, Thailand, menjadi saksi bisu hadirnya fasilitas asrama dan pusat pendidikan bagi para siswa yang mengikuti program pelatihan Klinik Mae Tao. Sekilas, fasilitas yang digunakan para siswa tersebut tampak seperti bangunan vernakular Asia Tenggara lainnya. Sebuah bangunan yang terbuat dari bahan-bahan alami, membentuk panggung, dan menyatu dengan lingkungan di sekitarnya. Namun, fasilitas yang satu ini lebih istimewa.

Perusahaan arsitektur asal Thailand, A.Gor.A Architects mendesain bangunan-bangunan temporer berbiaya rendah dengan menggunakan material daur ulang. Bangunan-bangunan tersebut akan dimanfaatkan sebagai asrama dan pusat pelatihan bagi 500 siswa. Masing-masing bangunan seluas 72 meter persegi mampu menampung sekitar 25 siswa.

Fasilitas ini terletak di Mae Sot, Thailand, beberapa kilometer dari perbatasan Myanmar. Tak mengherankan bila setiap harinya lokasi tersebut menerima pengungsi dan imigran yang menjadi korban pertikaian di Myanmar. Tampaknya, pembangunan fasilitas ini memiliki kepentingan internasional. Pasalnya, Kedutaan Besar Luxembourg di Bangkok bersedia menjadi penyandang dana proyek tersebut.

Masing-masing unit asrama menghabiskan dana sekitar 2.178 dollar AS atau Rp 25 juta. Relatif murah untuk bangunan yang digunakan banyak siswa. Selain itu, proses konstruksinya pun hanya memakan waktu empat minggu. Hal ini bisa terjadi karena para arsitek yang membuatnya menggunakan material lokal. Material-material tersebut sudah dikenal dengan baik, karenanya perbaikan dan perawatannya bisa dilakukan dengan mudah dan murah.

Material yang digunakan adalah kayu daur ulang yang diambil dari bangunan tua, bambu, dan daun ekaliptus. Para arsitek bekerja sama dengan petugas penghancuran rumah tua untuk menyingkirkan kayu-kayu yang sudah tidak terpakai. Mereka kemudian melapisi kayu tersebut kembali, melepas paku-paku, dan memotongnya sesuai ukuran yang diinginkan. Setelah itu, kayu-kayu tersebut disambungkan dengan menggunakan bambu. Bambu juga digunakan untuk dinding, lantai, dan atap. Selain bambu, atap juga dibuat dengan susunan daun ekaliptus.

Di dalam masing-masing asrama tidak hanya terdapat ruang untuk beristirahat. Para siswa bisa  bersantai dalam ruang bersirkulasi udara baik. Selain itu, mereka juga memiliki ruang untuk menyimpan barang-barang. Di luar esensinya yang fungsional, bangunan ini pun dapat meningkatkan kepedulian terhadap deforestasi sekaligus memperkenalkan praktik pembangunan gedung-gedung berkelanjutan.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com