Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Berpenghasilan Pas-pasan Cukup Rusun Saja!

Kompas.com - 01/06/2013, 13:33 WIB

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com — Keperdulian pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan rumah untuk rakyat tampaknya masih separuh hati. Saat harga rumah paling sederhana ikut terkatrol mengikuti rumah komersial, Pemerintah tak berdaya. Apa kebijakan strategis produksi pemerintah yang dapat mengontrol sekaligus mengimbangi laju pertumbuhan harga hunian?

Deputi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat RI Pangihutan Marpaung mengakui hal tersebut. Untuk itu, pemerintah harus ikut masuk dan menyediakan penyeimbang yakni hunian murah yang layak untuk rakyat berpenghasilan pas-pasan. Perimbangan antara laju pertumbuhan harga dan hunian komersial dengan rumah murah untuk rakyat sudah irasional. Ibarat deret ukur dan deret hitung.

Menurutnya, jalan untuk menyelaraskan pertumbuhan hunian komersial dengan hunian murah adalah membangun rumah susun setinggi 20 hingga 24 lantai. Semakin tinggi, akan semakin banyak unit-unit yang dapat dibangun. Dengan demikian, pemanfaatan tanah semakin efisien dan beban semakin ringan.

Meski membutuhkan kerja keras, Pangihutan tetap optimistis. Sejauh ini, pemerintah sudah mulai merintis kerja sama dengan berbagai BUMN guna menyediakan tanah bagi pembangunan hunian-hunian vertikal.

"Harus ada penyeimbang dari pemerintah. Hingga saat ini, kami sudah bekerja sama dengan PT KAI dan Pemda DKI untuk menggunakan tanah mereka. BUMN lain baru penjajakan, seperti Bulog. Sementara PLN dan Pertamina saat ini sudah menandatangani MoU, kami sedang inventarisasi," ungkapnya kepada Kompas.com di Tangerang, Jumat (31/5/2013).

Masalahnya, kerja sama pemanfaatan aset lahan tersebut hanya diperuntukan bagi karyawan BUMN yang bersangkutan. Tidak ditujukan untuk sasaran masyarakat lebih luas. Apalagi masyarakat yang bekerja di sektor informal. Jika harus diserahkan kembali kepada swasta tanggung jawab penyediaan rumah rakyat, maka target pembangunan 200.000 unit rumah rakyat per tahun akan jauh panggang dari api.

Sebab, seperti diakui Marketing Director Mitra Sejati Makmur, orientasi pengembang hunian komersial adalah profit. Ini mempertimbangkan harga lahan yang sudah selangit. Di Serpong saja, kini sudah mencapai Rp 7 juta hingga Rp 18 juta per meter persegi. Patokan angka paling tinggi berada di kawasan yang dekat dengan akses tol, seperti di Gading Serpong.

Wajar bila Mitra Sejati Makmur melipatgandakan harga jual apartemen Greenview yang mereka tawarkan. Jika 20 bulan lalu mereka membanderol seharga Rp 110 juta untuk unit tipe studio (21,5 m2), kini menjadi Rp 200 juta hingga Rp 350 juta.

 
Baca juga: Yuk, Berburu Apartemen Murah di Bawah Rp 300 Juta!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com