Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Perlukah Moratorium Pembangunan Rusun?

Kompas.com - 11/12/2012, 20:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI) Haryadi Darmawan mengingatkan Presiden, Pejabat Pemerintah, serta DPR RI, mengenai kepemilikan tanah dan properti oleh pihak asing. Semua harus kembali mengacu pada UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 sebelum mengambil keputusan. 

Seperti tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, kata Haryadi, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Dalam hal ini, kami dengan tegas menyatakan posisinya menolak keinginan liberalisasi dan perizinan pihak asing memiliki tanah dan properti di Indonesia," ujar Haryadi pada diskusi Kilas Balik Peristiwa Rumah Susun 2012 di Jakarta, Selasa (11/12/2012).

Berbeda dengan APERSSI, Ketua Housing and Urban Development (HUD) Zulfi Syarif Koto justru menyatakan dukungannya atas kepemilikan asing. Hanya, pilihan katanya bukan 'kepemilikan', melainkan 'kepenghunian'.

"Hak institut mendukung kepenghunian asing atau badan hukum asing hanya untuk apartemen, bukan landed house. Itupun hanya untuk harga tertentu. Artinya, orang asing itu hanya boleh memiliki properti pada lokasi tertentu dengan harga tertentu, serta kewajiban tertentu," ujar Zulfi.

"Kepemilikan asing hanya hak pakai dan hak sewa. Sampai detik ini, undang-undang agraria belum mengatur hak sewa. Kepenghunian sedang kita perjuangkan. Artinya, asing hanya boleh menghuni di lantai yang tak bertanah," tambahnya.

Sebenarnya, kata Zulfi, hak asing itu yang penting landasan hukumnya.

"Bangunan gedung yang strukturnya kuat itu maksimal 100 tahun. Kalau hunian itu diberi 90 tahun juga oke. Tapi, mereka tidak mau diperpanjang-perpanjang," tandas Zulfi.

Backlog

Di luar soal kepemilikan asing, APERSSI merasa pemerintah dan DPR harus serius mencari jalan keluar backlog perumahan. Selain itu, alokasi anggaran perumahan untuk mengatasi backlog melalui APBN dan APBD perlu ditambah dengan inovasi baru penggunaan anggaran melalui dana non APBN/APBD.

"Ada dana lain yang sangat liquid dan dapat dipergunakan untuk keperluan tersebut. Bahkan jumlahnya triliunan. Masalah pendanaan banyak sekali alternatif yang belum tergali," kata Ibnu.

Dia bersikukuh, pihaknya bersedia "membawa" solusi ini ke DPR untuk mengakselerasi perkembangan rusun, terutama untuk mengatasi backlog. Sayangnya, menurut Ibnu, APERSSI dan organisasi lainnya belum mendapat "pengakuan" pemerintah.

"Masalahnya, pemerintah belum menyadari posisi strategis dari NGO seperti kami," ungkapnya.

Di sisi lain, perlindungan konsumen rumah susun juga harus menjadi perhatian. APERSSI menggarisbawahi, bahwa Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB). Pihaknya menginginkan adanya Lembaga Penjamin Properti yang mampu melindungi hak konsumen, sama seperti sistem perbankan lewat Lembaga Penjamin Simpanannya.

Selain itu, APERSSI juga meminta agar Perhimpunan Pemilik atau Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) harus selalu diawasi pemerintah. Jangan sampai, P3SRS dimanfaatkan pengembang untuk kepentingan pribadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com