KOMPAS.com - Kredit perbankan bisa menjadi pilihan alternatif sumber pendanaan, ketika masalah keuangan menjadi kendala proses renovasi hunian. Beragam kredit renovasi terus ditawarkan, mulai kredit multiguna, kredit tanpa agunan, hingga kredit khusus renovasi dan lainnya.
Namun, karena kurangnya informasi lengkap, tak jarang orang berpikir dua kali untuk mengajukan kredit. Berikut ini 11 masalah yang kerap ditanyakan seputar kredit renovasi beserta solusinya:
1. Penghasilan kotor (total pendapatan termasuk gaji pokok) tidak mencukupi untuk pengajuan dana minimum kredit dari bank.
Solusinya, Anda perlu menggabungkan penghasilan pasangan atau joint income, sehingga penjumlahan penghasilan tersebut dapat memperoleh penghasilan besar.
Selain itu, Anda dapat menambah jangka waktu kredit hingga angsuran menjadi lebih kecil. Misalnya, jika jangka waktu peminjaman 10 tahun dengan besaran angsuran mencapai Rp 5 juta, maka pilih pinjaman dengan jangka waktu 20 tahun dengan cicilan sekitar Rp 3 juta.
2: Fluktuasi suku bunga tidak tetap (floating)
Masalah ini menyebabkan cicilan angsuran membengkak, misalnya pada saat terjadi inflasi. Solusinya, Anda bisa memonitor perubahan suku bunga pada angsuran Anda. Saat perubahan terlalu tinggi dari bunga pasar, sebaiknya Anda pindah ke bank yang menerapkan suku bunga lebih rendah.
Ada baiknya Anda memilih bank yang menggunakan suku bunga tetap, sehingga tidak terpengaruh inflasi, misalnya bank syariah. Angsuran akan bersifat tetap selama proses peminjaman lunas. Namun, jika saat suku bunga turun, angsuran tetap akan tinggi.
3. Seringkali kredit renovasi hanya diartikan sebagai penambahan atau perbaikan bagian rumah
Solusinya, Anda dapat mengajukan pinjaman dalam bentuk kredit konstruksi, bukan renovasi. Persyaratannya sama dengan KPR rumah sudah jadi, kavling siap bangun, dan siap huni dari developer. Bedanya, syarat pengajuan kredit ditambah dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).