Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Belum Bisa Merealisasi

Kompas.com - 28/02/2011, 03:55 WIB

Jakarta, kompas - Keinginan pemerintah untuk menyediakan rumah murah bagi warga dengan program 1.000 Tower gagal direalisasikan. Dari target 1.000 menara, ternyata baru 78 menara yang berhasil dibangun. Dari 78 menara itu pun, 74 menara di antaranya telantar.

Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Pangihutan Marpaung mengakui, sebanyak 74 menara kembar (twin block) rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di seluruh Indonesia yang dibangun Kemenpera telantar karena terkendala infrastruktur. Infrastruktur yang belum tersedia di antaranya air, listrik, sarana pendidikan, dan akses transportasi.

”Penghuni mau tinggal di rusunawa jika tersedia infrastruktur yang memadai. Padahal, dalam surat perjanjian hunian telah disepakati bahwa mereka yang tinggal di rusunawa bersedia berkontribusi untuk penyediaan infrastruktur,” ujar Marpaung.

Menurut Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pimpinan Daerah Real Estat Indonesia DKI Jakarta Rudy Margono, pengembang saat ini belum mempunyai rencana pembangunan baru rumah sejahtera susun. Itu karena rumitnya pengurusan pencairan dana dan subsidi. Selain itu, juga harga bahan baku dan tanah yang mahal sehingga tidak memungkinkan untuk membangun rusun bagi masyarakat menengah bawah itu.

Program 1.000 Tower yang dicetuskan Jusuf Kalla saat menjabat sebagai Wakil Presiden itu sebenarnya banyak diminati oleh pengembang. Sejak program itu dimulai tahun 2007 hingga tahun 2011 telah ada 552 pernyataan minat dari pengembang kepada Kemenpera untuk membangun rusunami.

Sebanyak 78 menara yang terdiri dari 40.000 unit itu tersebar di Jabodetabek sebanyak 67 menara, tiga menara di Surabaya, tiga menara di Batam, dan lima menara di Bandung. Dari sekian banyak unit, unit yang dijual sebagai rumah susun sederhana milik (rusunami) tidak sampai 100 unit. Sisanya pengembang menjualnya sebagai apartemen sederhana milik (apnami).

Sebuah rusun bisa dibilang rusunami jika unit rusun itu dijual dengan harga Rp 144 juta dan dibeli oleh orang yang mempunyai NPWP dan berpenghasilan maksimal Rp 4,5 juta. Kenyataannya, pengembang tidak bisa menjual unit rusun itu dengan harga Rp 144 juta. Biaya pembangunan membengkak sehingga pengembang rata-rata menjual apnami dengan harga Rp 180 juta-Rp 250 juta.

Sementara itu, mantan Deputi Menteri Perumahan Rakyat Bidang Perumahan Formal Zulfi Syarif Koto yang menangani langsung program 1.000 Tower mengatakan, proyek 1.000 menara itu dibuat berdasarkan Keppres Nomor 22 Tahun 2006 tentang Percepatan Pembangunan Rusunami di Perkotaan. ”Seharusnya program itu bergulir tiap tiga tahun sekali. jangankan bergulir, yang sudah dibangun saja tidak ada fasilitasnya,” katanya.

Ingkar janji

Zulfi yang sekarang menjabat Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia ini mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan gagalnya proyek 1.000 Tower ini. Di antaranya, Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah tidak menepati apa yang telah dijanjikannya. Misalnya janji pengurusan izin yang cepat, mudah, dan murah tidak ditepati oleh pemerintah daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com