Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dana Hijau" Tak Jelas

Kompas.com - 10/12/2010, 04:21 WIB

Jakarta, Kompas - Pertemuan Para Pihak Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim di Meksiko belum menyepakati sumber ”Dana Hijau” atau Green Fund mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Padahal, kebutuhan dana adaptasi saja mencapai 150 miliar dollar AS per tahun.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon optimistis krisis ekonomi global bukan halangan bagi negara di dunia untuk menghimpun Dana Hijau 100 miliar dollar AS per tahun pada 2020. ”Itu menantang, tetapi bisa dilakukan, bahkan dalam konteks krisis ekonomi yang masih berlanjut,” kata Ban di sela-sela Pertemuan Para Pihak Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) di Cancun, Meksiko, Rabu (8/12).

Negara-negara maju pada UNFCCC di Kopenhagen, Denmark, tahun lalu berkomitmen menyalurkan dana sebesar 30 miliar dollar AS hingga 2012 untuk negara-negara berkembang yang harus diselamatkan dari dampak perubahan iklim (upaya adaptasi). Sejumlah gagasan, seperti pengenaan ”retribusi emisi karbon” penumpang pesawat terbang ataupun pajak transaksi keuangan global, membuka peluang memperbesar Dana Hijau.

Oxfam International memperkirakan, dana yang dibutuhkan untuk adaptasi perubahan iklim di seluruh dunia mencapai 150 miliar dollar AS per tahun. Pertemuan Para Pihak Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim di Bali pada 2007 menyepakati pembentukan Badan Dana Adaptasi Perubahan Iklim (AFB).

Para pihak mengalokasikan 2 persen dana Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) untuk membiayai adaptasi perubahan iklim. Per 31 Oktober 2010, akumulasi dana adaptasi AFB baru mencapai 192,51 juta dollar AS.

Manajer Advokasi Kebijakan dan Kampanye Oxfam di Indonesia Roysepta Abimanyu menyatakan, para peserta UNFCCC harus mengalokasikan 50 persen Green Fund untuk mendanai pengurangan dampak (adaptasi) perubahan iklim. ”Namun, sepertinya UNFCCC di Cancun belum menyepakati sumber pendanaan itu. Sulit mengharapkan alokasi pendanaan adaptasi dari Green Fund,” kata Roysepta di Jakarta, Kamis.

Ia menyatakan, jika 0,1 persen produk domestik bruto negara maju disisihkan untuk Green Fund, akan terkumpul dana 50 miliar dollar AS. ”Namun, itu membutuhkan aturan jelas. Kita sudah melihat negara G-7 tidak memenuhi komitmen sukarela penyediaan dana bantuan Millennium Development Goals dengan menyisihkan 0,7 persen dari pendapatan nasional kotor masing-masing. Harus ada aturan soal sumber pendanaan Green Fund,” kata Roysepta.

Kendati 37 negara maju tidak menjalankan tahapan pertama (2008-2012) Protokol Kyoto untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) rata-rata 5,2 persen dari emisi GRK masing-masing pada 1990, Bank Dunia menyerukan negara berkembang untuk memanfaatkan energi terbarukan. Spesialis Energi Senior Bank Dunia Xiadong Wang di Jakarta, Kamis, menyatakan, tanpa energi terbarukan, konsumsi bahan bakar fosil Indonesia untuk menghasilkan energi akan naik 100 persen pada 2030. (AP/ROW/OIN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com