Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalangan Ultrakaya Melejit Tak Bikin Properti Domestik Melonjak

Kompas.com - 19/03/2015, 10:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kendati kalangan ultrakaya Indonesia dengan aset di atas 30 juta dollar AS diproyeksikan melejit 138,9 persen pada 2024 mendatang menjadi 2.002 orang, hal itu tidak berpengaruh signifikan terhadap sektor properti domestik, terutama properti hunian mewah di Jakarta.

Bahkan, dalam skala indeks residensial mewah atau Prime International Residential Index (PIRI) keluaran Knight Frank, Jakarta justru mengalami kemerosotan tajam. Jika pada 2012 dan 2013 ibu kota Indonesia ini menjadi pemuncak PIRI dengan pertumbuhan properti mewah sebesar 30 persen dan 27,1 persen, tahun 2014, Jakarta harus puas menduduki peringkat 12 dengan pertumbuhan hanya 11,2 persen dengan harga rata-rata Rp 50 juta per meter persegi.

Anjloknya pertumbuhan properti mewah Jakarta tersebut menjadi bukti bahwa pertumbuhan kelompok superkaya tidak selalu paralel dengan pertumbuhan pasar properti. Mereka membelanjakan uangnya di pasar-pasar properti utama macam Singapura, Hongkong, Australia, Inggris, dan Amerika. Motivasi mereka membeli properti selain sebagai instrumen investasi ialah juga untuk mendukung kepentingan anak-anak mereka saat sekolah di luar negeri.

Penurunan peringkat Jakarta ini sekaligus mengonfirmasi mulai melemahnya pasar properti Indonesia. Namun, Jakarta tak sendiri. Beberapa kota besar Asia lainnya mengalami hal serupa sepanjang tahun lalu. Beijing dan Guangzhou yang sebelumnya masuk dalam daftar 10 teratas PIRI melorot ke peringkat tengah. Demikian halnya dengan Singapura yang terpuruk hampir ke posisi buncit.

Head of Research Knight Frank Asia Pacific Nicholas Holt mengatakan, pertumbuhan Asia melambat karena berbagai faktor, mulai dari kebijakan makro berupa penerapan pengetatan kredit demi meredam pasar residensial hingga faktor eksternal menguatnya nilai tukar mata uang asing.

"Hal ini sangat terlihat pada pasar dengan pertumbuhan melemah, seperti Hongkong dan Singapura," ujar Holt kepada Kompas.com seusai paparan The Wealth Report 2015, Rabu (18/3/2015).

Namun begitu, menurut Associate Director Knight Frank Indonesia, Hasan Pamudji, Jakarta dan Indonesia tetap punya peluang untuk tumbuh positif tahun ini dan beberapa tahun mendatang. 

"Stabilitas politik, kondisi demografi dengan lonjakan kelas menengah berdaya beli tinggi, urbanisasi, dan juga percepatan pembangunan infrastruktur akan menstimulasi tumbuh kembalinya sektor properti seperti tahun 2012-2013," tandas Hasan.

Dia tak menampik, pasar properti Jakarta dan Indonesja masih harus menghadapi tantangan berat, di antaranya makro-ekonomi yang melambat, tingkat suku bunga masih tinggi 7,5 persen, pelemahan rupiah bikin pasar gonjang-ganjing, serta ancaman stimulus The Fed dan kenaikan suku bunga Amerika Serikat masih akan menghantui sektor properti dalam negeri.

"Belum lagi wacana penghapusan NJOP, PBB, BPHTB, pengenaan pajak properti seperti PPnBM dan berbagai aturan lainnya yang membebani pelaku usaha properti akan menyebabkan kalangan ultrakaya dan kelas menengah untuk melakukan tindakan menunggu hingga situasi benar-benar stabil," ucap Hasan.

Aksi menunggu ini, lanjut dia, pada gilirannya akan memengaruhi tingkat penjualan dan terburuk adalah pertumbuhan harga yang semakin tipis.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau