Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surya Tjandra: Penyelesaian Konflik di Kawasan Hutan Harus Berpihak kepada Masyarakat

Kompas.com - 24/06/2021, 20:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra menegaskan, proses penyelesaian permasalahan di kawasan hutan harus berpihak kepada masyarakat yang telah memanfaatkan lahan.

"Dalam menyelesaikan permasalahan ini, kita harus berpihak khususnya kepada masyarakat yang telah memanfaatkan lahan di area kawasan hutan," ujar Surya dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN, Kamis (24/06/2021).

Tindakan ini diperlukan terutama jika masyarakat tersebut sudah memegang bukti penguasaan atau memiliki sertifikat.

Surya mengungkapkan, penanganan konflik di kawasan hutan menjadi perhatian besar Pemerintah selama ini. 

Untuk menuntaskan permasalahan yang terjadi, diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan atau Hak Atas Tanah.

Aturan tersebut merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

Baca juga: 32 Konflik Agraria Prioritas Tahun Ini adalah Kawasan Non-hutan

Dalam pasal 1 ayat 11 peraturan itu disebutkan, keterlanjuran merupakan kondisi di mana izin, konsesi, hak atas tanah, dan atau hak pengelolaan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang pada saat itu berlaku.

Namun, hal ini menjadi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baru berlaku saat ini.

Dengan demikian, pasal itu mampu menjadi dasar penyelesaian permasalahan ketidaksesuaian izin atau konsensi dalam pengelolaan lahan yang telah dikuasai dan dimanfaatkan masyarakat di dalam kawasan hutan.

Selama ini, permasalahan akibat ketidaksesuaian tata ruang, kawasan hutan, izin dan hak atas tanah masih seringkali terjadi, salah satunya di Kota Dumai, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Misalnya, masyarakat pemegang sertifikat tanah tidak mampu memanfaatkan tanah mereka karena aset tersebut sebelumnya berstatus Area Penggunaan (APL) dan saat ini statusnya telah berubah menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK).

Selain perubahan status tersebut, beberapa masyarakat pemegang sertifikat tanah juga terkendala karena tanah mereka masuk dalam kawasan Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PPIPPIB).

Sementara masalah lain juga terjadi bahwa terdapat tanah yang dikuasai masyarakat untuk tempat tinggal dan usaha diklaim merupakan aset negara.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com