JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan Anggalia Putri mengatakan program food estate yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah dapat memperburuk krisis iklim.
Selain itu, food estate juga dapat meningkatkan risiko deforestasi, pengeringan gambut serta kebakaran hutan dan lahan.
"Program ini berisiko dan kontraproduktif dengan tujuan menyelesaikan masalah pangan," kata Anggalia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (03/03/2021).
Anggalia menjelaskan jika melihat dari Area of Interest (AOI) food estate di empat provinsi, lebih dari 1,57 juta hektar merupakan hutan alam dan hampir 40 persen tersebar di fungsi ekosistem gambut.
"Apabila area itu dibuka dapat melepaskan karbon dalam jumlah besar dan menghambat ketercapaian komitmen iklim Indonesia khususnya di sektor kehutanan," ujar Anggalia.
Baca juga: Jokowi Minta Basuki Bangun Bendungan Dukung Food Estate di NTT
Hampir 41 persen atau 642.319 hektar dari luas hutan tersebut merupakan hutan alam primer, dengan hutan alam terluas berada di Provinsi Papua.
Sementara itu, gambut yang bertutupan hutan alam mencapai 730.000 hektar atau 51,4 persen.
Padahal, secara tegas dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024 bahwa kedua area itu merupakan development constraint yang harus dijaga.
Apabila seluruh koridor daerah alokasi tersebut dikonversi menjadi area food estate, potensi hutan alam yang hilang hampir setara dengan tiga kali luas Pulau Bali.
Selain itu, etimasi nilai rupiah dari potensi kayu bulat pada hutan alam di AOI food estate sangat tinggi, mencapai lebih dari Rp 209 triliun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.