Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Deddy Herlambang
Pengamat Transportasi

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN)

Paradoksal Pemberlakuan Ganjil-Genap pada Masa Pandemi Covid-19

Kompas.com - 02/08/2020, 14:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

REKAYASA kendaraan bernomor polisi ganjil-genap (gage) diberlakukan kembali pada tanggal 3 Agustus 2020 di wilayah DKI Jakarta.

Rekayasa ini diberlakukan seperti sedia kala, yakni pelarangan kendaraan roda empat penumpang (mobil) bernomor polisi gage sesuai tanggal kalender pada 25 ruas jalan.

Kalau kondisi normal tetap penting rekayasa gage diberlakukan untuk mengurai kemacetan pada masa puncak kepadatan lalu lintas demi mengurangi emisi karbon asap kendaraan bermotor.

Sementara khusus untuk masa pandemi Covid-19 seperti saat ini adalah sangat tidak tepat apabila gage diberlakukan.

Sangat paradoks ketika gage diberlakukan namun grafis pandemi Covid-19 belum mencapai puncak.

Bila gage diterapkan otomatis publik akan kembali menggunakan angkutan umum massal. Saat ini moda MRT, KRL dan BRT (bus TransJakarta) yang ada di Jakarta telah nyaman sesuai protokol kesehatan dengan load factor (LF) 30 persen-50 persen.

Apabila gage berlaku, LF bisa lebih dari 50 persen, karena pengguna kendaraan pribadi akan switching menggunakan angkutan umum massal.

Bila hal ini dipaksakan, pengkondisian jaga jarak antar penumpang sesuai arahan satuan tugas Covid-19 akan gagal.

Bagi golongan masyarakat mampu, rekayasa gage ini bukan masalah. Mereka dapat membeli mobil lagi sesuai nomor polisi gage yang dikehendaki atau beli kendaraan roda dua baru.

Tentunya, tidak semua golongan masyarakat kita mampu membeli mobil lagi dan beli kendaraan roda dua.

Mereka yang tidak mampu inilah yang bakal menggunakan angkutan massal seperti MRT, KRL dan BRT.

Sekadar contoh; ketika gage belum diberlakukan setiap hari Senin pagi, pasti di stasiun-stasiun KRL di Bogor, Cilebut, Bojongede, dan Citayam mengalami kelebihan kapasitas.

Terjadi antrean panjang di stasiun karena pengguna KRL memasuki ke peron stasiun dibatasi maksimum 30 persen. Lalu bagaimana bila gage diberlakukan ?

Ketika gage diberlakukan pada September 2019, terjadi peningkatan rata-rata penumpang KRL sebanyak 7,4 persen (KCI) dan BRT sebanyak 25-30 persen (data diolah).

Bila merujuk pada data tersebut, dipastikan akan terjadi lonjakan penumpang saat gage diberlakukan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com