Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Food Estate" dan Kilas Balik Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar

Kompas.com - 24/06/2020, 07:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

"Itu pun pada akhirnya merusak sisi budaya masyarakat yang turun temurun mengelola gambut," tutur Dimas.

Tak hanya itu, PLG juga dilakukan serampangan tanpa memerhatikan kondisi serta ketebalan lahan gambut.

Ketua Tim Kaji Ulang PLG Gunawan Satari dalam Harian Kompas 4 Juli 1998 menyebutkan, akibat dikerjakan secara serampangan, racun lahan gambut atau pirit terbuka dan membuat lahan menjadi lebih asam, sehingga tidak cocok untuk ditanam padi.

Kondisi tersebut juga diperparah oleh pembukaan hutan secara tebang habis oleh pengusaha HPH.

Bahkan, sejumlah petani yang mencoba menanam padi menyatakan, berulang kali mereka menanam bibit padi namun yang tumbuh hanyalah rumput.

Sementara Manajer Kampanye, Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional Walhi Wahyu Perdana menuturkan, menurut riset, gambut termuda membutuhkan waktu hingga 10.000 tahun.

Sementara, rata-rata gambut di Sumatera dan Kalimantan membutuhkan waktu 40.000 tahun untuk terbentuk. Dengan demikian, jika rusak, gambut tidak serta merta mudah terbentuk kembali.

Baca juga: Walhi Tolak Rencana Pengembangan Lumbung Pangan Baru di Eks Lahan Gambut

Menurut Wahyu, ekosistem gambut tidak bisa diperlakukan layaknya tanah mineral.

Sebaliknya, ekosistem gambut, memiliki fungsi pengaturan iklim. Lahan jenis ini menyimpan karbon di dalamnya.

Jika terbakar, karbon yang dihasilkan bukan hanya berasal dari proses pembakaran, namun juga dari lahan yang terbakar.

"Kalau itu terjadi terus menerus, dampaknya ada pada perubahan iklim yang risikonya tinggi," ucap Wahyu, Senin (15/6/2020).

Hal ini sudah terbukti, ketika PLG dikerjakan, kerusakan lingkungan dan ekosistem di lahan cukup besar.

Dampaknya bukan hanya terjadi pada ekosistem lingkungan, namun juga terhadap kondisi sosial serta ekonomi warga transmigran.

Para transmigran mulai resah karena jaminan hidup mendekati akhir, namun lahan yang mereka garap belum membuahkan hasil.

Sementara itu, penduduk lokal yang mata pencariannya punah akibat pembukaan lahan tersebut, menuntut ganti rugi.

Pada akhirnya, megaproyek ini pun dihentikan.

Presiden kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Pengembangan Lahan Gambut di Kalteng.

Melalui keppres ini, Presiden menginstruksikan untuk melakukan pemulihan lahan gambut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com