Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Deddy Herlambang
Pengamat Transportasi

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN)

Jangan Sampai Blunder Lagi Mengatur Angkutan Umum Saat "New Normal"

Kompas.com - 03/06/2020, 13:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEI lalu Perancis dan Korea Selatan melakukan pembatasan sosial kembali menyusul dalam 1-7 hari ketika dilakukan relaksasi, terdapat suspect corona baru, terutama di sekolah-sekolah.

Kemungkinan virus Covid-19 tersebut terbawa melalui sarana transportasi kemudian tersebar massal di sekolah-sekolah.

Oleh karena itu, saya sangat berharap semua pihak berpikir dan berupaya ekstra keras agar tidak terjadi blunder lagi ketika kehidupan baru atau new normal diterapkan di angkutan umum massal khususnya di Jabodetabek.

Blunder dalam artian terjadi kerumunan masyarakat tanpa jarak fisik antar-pengguna angkutan umum massal, seperti pernah terjadi di halte bus, stasiun dan bandara tatkala masih dalam kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pengkondisian new normal  merupakan kebijakan pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara perekenomian dan kesehatan masyarakat.

Tentunya harus kita dukung secara positif, asalkan praktik new normal tetap terkontrol dan selalu dalam pengawasan.

Dalam kondisi kedaruratan pandemi Covid-19, roda perekonomian harus tetap berjalan dengan mengedepankan langkah-langkah pencegahan.

Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Di dalamnya terdapat panduan pencegahan penularan Covid-19 apabila “terpaksa” menggunakan angkutan umum karena dalam kepmenkes tersebut disarankan bekerja menggunakan kendaraan pribadi.

Apabila semua ingin menggunakan kendaran pribadi, permasalahan transportasi akan muncul, hal ini berdampak pada kemacetan lalu lintas dan mengganggu produktivitas warga.

Bila masyarakat menggunakan kendaraan pribadi, konsekuensinya emisi gas buang kendaraan bermotor akan terakumulasi dan merusak kualitas udara.

Tentu saja, otomatis akan mengganggu imunitas tubuh manusia itu sendiri yang akan mudah terinfeksi virus termasuk Covid-19.

Untuk tetap menggunakan transportasi umum, Pemerintah harus berupaya mengunakan konsep push and pull.

Menekan atau push untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi, kebijakan nomor polisi ganjil-genap tetap diberlakukan secara normal.

Untuk menarik atau pull masyarakat menggunakan angkutan umum massal, maka harus ada jaminan kebersihan untuk kesehatan (higienis) dalam operasi sarana angkutan umum.

Dalam kondisi PSBB di transportasi Jabodetabek kini lebih sering disorot hanya angkutan massal (KRL, MRT/LRT, BRT), ojol dan bandara yang terus disorot.

Sementara untuk angkot (angkutan kota) jarang diamati bagaimana pelaksanaan ketika PSBB dan bajaj (roda tiga) juga belum diatur dalam PSBB.

Kalau new normal dilaksanakan konsekuensinya semua lapisan masyarakat akan kembali seperti semula sebelum PSBB untuk belajar dan bekerja.

Setelah PSBB berakhir menjadi new normal untuk jumlah perjalanan pengguna angkutan umum pun akan sama dengan kondisi normal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com