Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang Minta Dilibatkan dalam Pengambilan Kebijakan Pemerintah

Kompas.com - 27/01/2020, 12:34 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembang meminta dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan Pemerintah terkait perumahan.

Ketua Umum Pengembang Indonesia (PI) Barkah Hidayat mengatakan, salah satu kebijakan yang harus melibatkan pengembang adalah penentuan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP).

Untuk tahun ini, pemerintah menganggarkan dana Rp 11 triliun untuk FLPP. Namun ternyata, alokasi dana tersebut diperkirakan hanya dapat membiayai 97.700 unit rumah.

"Kami sudah dapat anggaran rumah subsidi dan asumsi kalau dijalankan mungkin April sudah habis," kata Barkah di Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Baca juga: Kuota Rumah Subsidi Seret, Ini Siasat Kadin dan Pengembang

Barkah menuturkan, sebaiknya angka kuota FLPP tidak ditentukan sepihak oleh pemerintah saja. Dia meminta pemerintah bekerja sama dan mempertimbangkan data yang diperoleh dari organisasi pengembang perumahan.

Dengan cara ini maka akan diketahui seberapa besar kebutuhannya. Lagipula, sebagian besar pengembang yang beroperasi di Indonesia, termasuk 85 persen anggota PI adalah pengembang perumahan FLPP yang rentan dengan kebijakan pembiayaan konsumen.

Dengan demikian, jika pembiayaan terhambat, maka akan terjadi multiplier effect ke stakeholder lainnya seperti perbankan, kontraktor, vendor, hingga ke konsumen.

Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diharapkan tidak mengeluarkan aturan yang mengejutkan.

"Per 20 Januari PUPR mengeluarkan aturan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), yang pembangunannya lebih dipersulit. Rumah sederhana speknya seperti mau membangun rumah bertingkat," kata Totok.

Padahal menurut Totok, dua tahun sebelumnya pengembang dan pemerintah sepakat mengenai aturan dan spesifikasi rumah seserhana. Namun tiba-tiba aturan tersebut berubah.

"Karena kalau kualitas harus ditingkatkan, memang kualitas harus terjamin, tapi tidak perlu seperti membangun rumah mewah atau bertingkat. Kalau ke arah rumah bertingkat, satu mubazir, kedua akan menambah biaya. Biaya apapun yang timbul dibebankan kepada end user," ucap dia.

Untuk itu Totok meminta agar pemerintah lebih melibatkan pengembang dalam setiap pengambikan kebijakan.

"Harapannya lebih dilibatkan saat mengeluarkan kebijakan," kata Totok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com