Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Deddy Herlambang
Pengamat Transportasi

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN)

Kendaraan ODOL Harus Dilarang, Keselamatan Jalan Tak Bisa Ditawar!

Kompas.com - 27/01/2020, 11:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SURAT Edaran Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2019 Tentang Pengawasan Terhadap Mobil Barang Atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Load) dan/atau Pelanggaran Ukuran Lebih (Over Dimension) ternyata masih bisa ditoleransi.

Hal ini menyusul keberatan yang disampaikan Menteri Perindustrian melalui surat Nomor 872/M-IND/12/2019 bertanggal 31 Desember 2019, terkait tujuan untuk meningkatkan laju perekonomian.

Toleransi boleh masuknya truk ODOL di jalan tol yang disampaikan tanggal 23 Januari 2020 oleh Dirjen perhubungan Darat adalah sebuah kemunduran paradigma keselamatan jalan.

Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian telah bersepakat akan memberlakukan pengecualian untuk kendaraan ODOL yang mengangkut lima industri pengangkut komoditas, yakni semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, dan air minum dalam kemasan.

Apabila truk dengan muatan lima komoditas industri ini diizinkan, otomatis truk ODOL bisa lewat semua jalan di darat, karena akses masuk/keluar tol pasti jalan nasional/provinsi/kota kabupaten.

Selain itu, tidak ada jaminan bahwa lima item muatan yang diizinkan masuk di jalan tol bebas dari kecelakaan fatalitas.

Lima item muatan tersebut semuanya berisiko over load karena masuk kategori barang sangat berat sehingga dapat melebih berat muatan yang dizinkan. Akibatnya, dapat mengganggu kinerja rem truk pengangkutnya.

Dalam kasus permintaan Menteri Perindustrian untuk mengejar laju pekerekomian, apabila dipaksa untuk mengirim barang secara cepat, tentunya pelaku usaha bisa mengoperasikan sarana truk lebih banyak sesuai kemampuan tonase yang dimiliki.

Memang cara ini akan lebih mahal karena harus menyewa 2 truk untuk mengangkut barang, dibanding sebelumnya hanya 1 truk.

Namun, demi keselamatan pengguna jalan, biaya mahal tidak menjadi beban apapun, sebaliknya apabila murah namun tidak selamat buat apa?

Untungnya, ada berita menggembirakan terkait revisi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan yang masuk ke Prolegnas DPR RI.

Dengan masuk Prolegnas, akan tercipta keadilan di mana pengusaha angkutan dan pengguna jasa angkutan dapat terkena ancaman hukuman apabila terjadi kecelakaan di jalan yang disebabkan oleh ODOL.

Kita ketahui sebelumnya bahwa dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tersebut hanya mencantumkan sanksi ancaman hukuman terhadap pengendara/sopir kendaraan truk, apabila terjadi kecelakaan di jalan.

Idealnya, Kementerian Perhubungan tetap bersikukuh terhadap aspek keselamatan jalan. Tupoksi utama Kementerian Perhubungan ini adalah keselamatan transportasi yang tidak bisa ditawar oleh alasan apapun.

Apabila Kementerian Perhubungan sebagai regulator tetap konsisten pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Di Jalan, saya berani jamin kecelakaan di jalan bakal menurun.

Sebab, tingginya angka kecelakaan di jalan salah satunya karena ODOL. Banyaknya truk-truk ODOL mengalami gagal fungsi pada remnya atau rem blong.

Sudah tak terhitung kecelakaan lalu lintas di jalan tol disebabkan oleh ODOL. Pengalaman buruk, seringnya fatalitas kecelakaan di KM 90 Tol Cipularang karena fungsi rem terganggu.

Hal ini dikuatkan oleh data Integrated Road Safety Management System (IRSMS) Korlantas Polri tentang kecelakaan tahun 2018, truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebab kecelakaan lalu lintas.

Apakah kita akan mengulangi fatalitas hal yang sama?

Belum lagi dengan kondisi kerusakan jalan, mengutip data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), kerugian ini mencapai Rp 43 triliun oleh karena ODOL.

Maka dari itu, Kementerian PUPR melalui Badan Pengatur Jalan tol (BPJT) tetap mendukung zero ODOL ini, termasuk Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang mendukung penerapan sanksi yang dimulai Senin, 27 Januari 2020.

Desain jalan baru umumnya umurnya 20 tahun dan untuk peningkatan kualitas jalan bisa dilakukan 10 tahun.

Namun, apabila truk ODOL melawati jalan ini setiap hari, diperkirakan umur jalan tidak sampai 20 tahun.

Kerusakan jalan atau jalan bergelombang juga berpotensi menimbulkan kecelakaan bagi pengguna jasa jalan.

Jika pun Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan tetap ngotot memberlakukan toleransi dan terjadi kecelakaan karena ODOL, maka masyarakat berhak melakukan tuntutan terhadap dua kementerian ini sekaligus.

Sekali lagi untuk edukasi semua stakeholder , faktor dan variabel keselamatan jalan adalah absolut yang tidak bisa tawar-tawar.

Keselamatan jalan adalah intangible yang bukan barang yang bisa diperdagangkan. Jaminan keselamatan jalan pun harus melibatkan Kementerian PUPR.

Pengguna jasa dalam hal ini Kementerian Perindustrian harus tahu diri karena tidak punya wewenang untuk mengatur regulasi keselamatan di jalan.

Jadi keselamatan jalan adalah domain utama Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, dan Korlantas Polri.

Jadi dengan adanya toleransi ODOL ini adalah sebuah kemunduran terhadap regulasi keselamatan itu sendiri dalam target zero accident.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com