Lalu pada tahun 2017, para pelaku properti memprediksi sektor ini akan pulih. Pemberitaan Kompas.com menyebutkan, perkiraan ini terjadi karena pada saat itu harga terkoreksi jauh bila dibandingkan dengan tahun 2011-2013 yang melonjak hingga 30-40 persen.
Kemudian pemerintah memberikan stimulus berupa paket kebijakan ekonomi mulai dari penurunan bunga kredit, relaksasi loan to value (LTV), potongan pajak penjualan, deregulasi perizinan, hingga amnesti pajak.
Tetapi hal ini tidak terjadi. Ali menuturkan, penyebabnya karena harga properti yang terlalu tinggi yang dibarengi dengan isu politik terutama Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.
Pilkada turut memberikan dampak luas terhadap pasar properti nasional. Setelah itu memasuki tahun 2018 atau tahun politik, investor memilih aksi wait and see.
"Dari 2013 sampai saat ini properti mati suri. Sebetulnya 2017 properti sudah waktunya naik, cuma masalahnya 2017 ada Pilkada DKI, 2018 masuk pilpres tahun politik," kata Ali.
Dia melanjutkan, memasuki tahun 2020 pasar properti seharusnya mulai bangkit.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan