KOMPAS.com - Perang dagang antara Trump dan China serta Brexit di Inggris, merupakan dua kondisi yang menyebabkan ketidakpastian perusahaan. Bahkan, situasi tersebut juga turut memengaruhi pariwisata di Indonesia.
Kedua situasi ini juga menyebabkan kunjungan warga China ke Bali turut terkena dampaknya.
Founder & CEO Hotel Investment Strategies LLC Ross Woods menuturkan, kunjungan warga China ke Pulau Dewata menurun dari sekitar 1,4 juta pada tahun 2018 menjadi 1,17 juta pada 2019 atau sebesar 14 persen.
Penurunan kedatangan warga Negeri Tirai Bambu tersebut akan terus berlanjut pada tahun ini dengan angka prediksi 1,113 juta atau merosot 4,9 persen.
Baca juga: Perhotelan di Jawa Barat Tumbuh 16,4 Persen
Dengan ketidakpastian seputar pasar China, otoritas pariwisata Indonesia saat ini megarahkan perhatian pada pemasaran di Eropa.
Woods memperkirakan kedatangan pengunjung dari Eropa sebesar 1,48 juta pada 2019 atau naik sebesar 6,6 persen dari tahun sebelumnya.
"Kami berharap lonjakan pengunjung dari Eropa pada 2020 tumbuh sebesar 17 persen hingga mencapai 1,7 juta. Sejak 1990, jumlah pengunjung dari Eropa telah tumbuh pada compound annual growth rate (CAGR) sebesar 9,7 persen," kata Woods seperti dikutip Kompas.com dari dari Hotel Investment Strategies.
Meski pasar China masih dirundung ketidakpastian, kunjungan internasional ke Bali diperkirakan meningkat.
"Berdasarkan model peramalan jangka pendek univariate kami, kami memperkirakan jumlah kedatangan pengunjung internasional ke Bali meningkat sekitar 3 persen menjadi hampir 6,25 juta pada tahun 2019," ujar Woods.
Dia menambahkan, pada tahun 2020, kunjungan internasional ke Bali diproyeksi meningkat sebesar 10,2 persen menjadi hampir 6,9 juta orang.
Australia tetap menjadi pasar utama bagi Bali. Woods memperkirakan kedatangan pengunjung mencapai 1,2 juta pada 2019 atau naik sebesar 5,5 persen dari 2018.
"Dengan CAGR 10,7 persen sejak 2002, kami memperkirakan 1,3 juta pengunjung dari Australia pada 2020, naik 9,6 persen dari 2019," ucap dia.
Menurut Woods, hotel-hotel di Bali telah mencapai tingkat keterisian atau okupansi mencapai lebih dari 60 persen, dengan titik terendah 61,5 persen pada 2014 sedangkan titik tertinggi mencapai 67,8 persen pada 2018.
Sementara berdasarkan performa hotel pada periode Januari hingga Oktober 2019, Woods memproyeksikan rerata okupansi untuk hotel bintang lima pada 2019 sebesar 56,1 persen.
Angka ini lenih rendah 8,8 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sedangkan untuk tahun 2020, Woods memprediksi ada peningkatan rerata okupansi menjadi 60,5 persen.
"Kami memprediksi rerata lama menginap menjadi 3,08 malam pada 2019 dan 3,14 pada 2020 untuk hotel bintang lima," tuntas Woods.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.