Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrea Peresthu
Pemerhati Perkotaan

Pemerhati Perkotaan, pernah menjadi Asisten Profesor di Fakultas Arsitektur, Universitas Teknologi Delft (TU Delft).

Mengawinkan Normalisasi dan Naturalisasi, Solusi Banjir Jakarta

Kompas.com - 03/01/2020, 13:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di dalam kota Jakarta, naturalisasi bisa dijalankan di semua ruang terbuka dan jalur hijau yang tersisa. Tapi bukan di kanal-kanal banjir yang utama.

Naturalisasi bertujuan untuk membantu penyerapan air hujan ke dalam tanah sehingga memperlambat debit air yang masuk ke sungai atau kanal yang menuju laut. Dengan catatan jika daerah penyangga ini tidak mengalami kerusakan ekologis.

Jika tidak bisa terserap meski sudah dibuat sumur biopori, maka penyimpanan air hujan dengan metode Rain Water Harvesting (RWH) bisa dilakukan. Air hujan yang jatuh dari atap ke talang air, langsung dimasukkan ke bak penampungan.

Air kemudian disimpan, dan digunakan untuk kebutuhan air rumah tangga yang tidak membutuhkan kategori “bersih”. Misalnya untuk penyiraman tanaman, mencuci mobil maupun penyiraman toilet.

Jika kebijakan RWH ini bisa diberlakukan 50 persen saja, maka bisa mewujudkan Jakarta bebas banjir. Tapi, harus dikaitkan dengan kompensasi fiskal melalui instrumen pemangkasan pajak bumi dan bangunan (PBB) kepada setiap rumah yang menerapkan sistem RWH.

Hal tersebut sudah berjalan dan efektif di Belgia dan beberapa negara Eropa lainnya.

Dengan demikian, banjir Jakarta tidak perlu menyita pikiran dalam polemik yang ujung-ujungnya politis. Rakyat mendingan diajak berpikir dalam paradigma turning problem into opportunities.

Normalisasi atau naturalisasi yang dipilih? Ini bukan pilihan dikotomis. Dua-dua nya harus dijalankan. Tapi saat ini pemerintah perlu melakukan normalisasi melalui penertiban dan pembangunan di seluruh kanal banjir yang ada.

Naturalisasi harus dilakukan secara kolektif oleh masyarakat. Baik melalui biopori ataupun RWH,

Saya lebih memilih RWH karena mengingat struktur ekologis Jakarta sudah rusak, belum ditambah dengan intrusi air laut ke dalam sistim aquifer Jakarta.

Jangankan Jakarta, Oslo, Tokyo, dan hampir semua kota kelas dunia mengalami kerusakan total struktur ekologis tanah.

Tapi mereka tidak meratapi apa yNgg sudah terjadi. Kota-kota tersebut pakai akal dan teknologi untuk mencari solusi dengan intervensi insinyur dalam perspektif yang lebih strategis seperti sistem pembuangan limbah bawah tanah, atau kanalisasi.

Kurang air kita marah! Dikasih air berlimpah jadi becana; harusnya bisa menjadi berkah, jika kita kerjakan bersama.

Karena trennya saat ini rekonsiliasi, mengawinkan normalisasi dan naturalisasi bisa jadi gimmick sebagai solusi banjir Jakarta.

Why not!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com