Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

"Smart City", dan Gagasan Besar Ibu Kota Negara

Kompas.com - 27/12/2019, 10:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA kesempatan acara pengumuman kompetisi desain ibu kota negara (IKN) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Senin (23/12/2019), kita dapat melihat rangkuman ide dan buah kolaborasi para ahli dalam hitungan bulanan.

Hasilnya adalah tarikan garis gagasan-gagasan "apabila IKN di lokasi ideal". Sebuah langkah awal terobosan yang perlu diapresiasi.

Ada benang merah yang kemudian menyeruak dari semua ide yang masuk. Yaitu kecergasan atau smartness dari IKN akan menjadi penentu bagaimana kota baru andalan negeri zamrud khatulistiwa ini dapat menjadi solusi bagi kehidupan warga yang lebih layak.

Di sela-sela kopi hitam kami sambil diskusi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono meyakinkan saya bahwa smart city adalah langkah Indonesia ke depan.

Dan kecergasan ini harus dicapai dalam skala warga kota yang semakin efisien kehidupannya, bukan hanya dilihat dari keberadaan aplikasi kantor dinas di pemerintah kota.

Pertanyaannya, aspek terpenting apakah yang harus diperhatikan pemerintah, agar smart city handal dan dapat terlaksana?

Memang istilah smart city telanjur terbentuk sebagai fenomena hubungan vendor IT dan pemerintah kota, yang lebih mewarnai diskursus di kalangan awam. Selama ini kota-kota kita terhipnotis oleh penjaja solusi baik software maupun hardware.

Namun, itu hanyalah satu aspek paling sederhana. Ada dua hal penting lain yang menjadi building blocks smart city, yaitu citizen empowerment dan business case.

Citizen empowerment berkaitan dengan kehandalan sistem pelayanan kota dan tata kelola (governance) yang secara positif dapat dirasakan masyarakat dan menghasilkan kegiatan masyarakat yang semakin efisien berbasis ubiquotus.

Sahabat saya ahli smart city, Dr Ridwan Sutriadi, Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) mengamini hal ini.

Menuritnya smart city tidak hanya berkaitan dengan pembangunan kota secara teknis. Akan tetapi, di dalamnya harus ada nilai-nilai kemanusiaan dan budaya.

Dengan demikian kota tersebut akan memiliki karakter yang membedakannya dengan kota-kota yang lain.

Hal ketiga yang terpenting adalah kelayakan smart city dilihat dari aspek pembiayaan dan manfaat.

Nah, aspek ini sebenarnya adalah penentu apakah solusi smart city untuk IKN secara keseluruhan masuk akal, layak atau sekadar cita-cita tak berdasar.

Bagi teknokrat, pemerintah maupun investor, isu pembiayaan dalam bentuk kelayakan business case rencana kota baru ini justru menjadi salah satu topik paling penting. 

Kelayakan menjadi hal penting yang perlu diperhatikan setelah aspek perencanaan dan desain kota dalam menyikapi keputusan untuk melakukan relokasi fungsi pemerintahan, yakni aspek pembiayaan.

Value For Money (VfM) adalah hal yang harus menjadi panduan utama proyek smart city, dengan membandingkan biaya (whole-of-life cost) dan kualitas (fitness for purpose) untuk memenuhi standar ekonomis, efisien dan efektif.

Kita harus dapat menjawab bagaimana nilai keekonomian pembangunan di daerah mangrove dan dominasi species biodiversity pesut (Orcaella Bresvirostris) dan bekantan (Proboscis Monkey) dekat teluk seperti direncanakan pemenang sayembara, dibandingkan dengan potensi bencana kerusakan habitatnya.

Kalau alasan mendekat ke teluk dan air adalah untuk penciptaan micro-climate, maka perlu dihitung berapa penurunan suhu dan peningkatan produktivitas kota akibat membaiknya iklim setempat.

Kerangka pembiayaan smart city oleh pemerintah, melibatkan swasta, baik investor asing maupun dalam negeri, tidak hanya dalam wujud menyediakan bagian terbesar dana yang dibutuhkan, namun juga berkaitan dengan teknologi, desain, rancang bangun dan pola penghasilan atau business case.

Perikatan pembiayaan bisa dalam berbagai bentuk seperti insentif, ekuitas maupun instrumen fiskal, dukungan sebagian konstruksi, subsidi, hibah, maupun perizinan.  

Proyek ini pun harus bankable, dengan mengoptimalisasi alokasi risiko. Penjaminan pemerintah dan perjanjian regres. 

Kompensasi kepada investor disusun dan ditentukan secara obyektif, dan penjaminan pemerintah sebagai aspek yang harus selalu ada.

Panjangnya rentang waktu proyek pemindahan ibu kota yang akan lintas rezim, membuat proyek ini sangat besar risikonya.

Selain itu, proyeksi cash flow dan program capex yang optimal, analisis cost benefit, dan kelayakan nilai ekonomi harus jelas. Hal ini dilakukan dalam rangka fiscally acceptable.

Perencanaan IKN adalah kerja besar yang harus diatur secara lebih khusus, terutama kalau menyangkut isu seperti sovereignity atau kedaulatan, penanganan aset rahasia, keamanan negara dan lain lain.

Dan juga harus diingat, membangun infrstruktur dasar itu adalah tugas pemerintah! Dalam membangun kota yang cergas, investor swasta akan tertarik ikut serta, bila ada hitungan pengembalian dan berbagi risiko.

Kombinasi pekerjaan teknologi maupun penyiapan infrastruktur sosial kemasyarakatan kota cergas di banyak kota dunia seperti Barcelona, Toronto, Songdo, Busan, dilakukan baik solicited, maupun juga memungkinkan jalur secara unsolicited

Di sini pemrakarsa proyeknya adalah investor, yang mengajukan proposal dan dokumen pra-studi kelayakan ke pemerintah.

Dalam aturan yang ada sekarang di Indonesia, syarat unsolicited adalah terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan. Nah, rencana induk manakah yang akan dirujuk?

Selain itu, pemrakarsa harus dapat mengajukan proyek yang layak secara ekonomi dan finansial; dan badan usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan memadai.

Lalu, karena pemindahan IKN ini adalah proyek strategis besar, apakah unsolicite proposals bisa mendapatkan dukungan pemerintah seperti viability gap fund?

Aturan Perka Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) memungkinkan untuk dapat diusahakan. Karena itu, ambiguitas ini harus disikapi awal dalam proyek sebesar pemindahan ibukota.

Nah, marilah kita lihat lebih dalam ide-ide hasil curah gagasan IKN. Elevated roads, 50 persen ruang terbuka hijau, pemakaian energi baru terbarukan, ubiquotus city (atau layanan kota on demand), dan teknologi bangunan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com