BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI

Internet Cepat di Natuna, Ini Kata Para Nelayan...

Kompas.com - 29/11/2019, 14:54 WIB
Sri Noviyanti,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - “Dulu sebagai pengepul ikan, kalau (hasil ikan) melimpah, saya bingung. Semenjak ada akses internet cepat, saya sudah bisa lebih memahami jalur pemasaran dan penyuplaian ikan (harus ke mana),” ujar Heriman (42), seorang pengepul ikan di Natuna.

Bagi Heriman, internet tak hanya membuatnya dekat dengan keluarga yang jauh karena bisa mengobrol lewat aplikasi. Lebih dari itu, internet memudahkan rezekinya dalam melakukan pekerjaan saat ini.

Karier Heriman di Natuna dimulai dengan menjadi nelayan. Ia masih ingat betul ketika itu usianya 25. Tujuh tahun, ia mengarungi profesi tersebut.

Saat itu, sehari-hari ia berada di kapal. Bertarung dengan arah angin dan cuaca dengan mengira-ngira. Ya, begitulah hidup nelayan.

“Kalau saat ini sudah ada internet, teman-teman nelayan lebih mudah cek informasi (cuaca dan arah angin) lewat ponsel. Kami juga bisa bertukar informasi mengenai apa saja,” ujarnya.

Saat ini, kapal nelayan yang dipakai Heriman dulu dipinjamkan pada nelayan lain. Dari situ, ia mengambil untung dengan mengepul ikan hasil tangkapan teman-temannya kemudian memasarkannya. Itu pun informasi peluang pemasarannya didapatkan dengan internet.

Sehari-hari ia mencari wilayah mana yang memiliki permintaan tertinggi.

Dari profesi itu, Heriman bisa mengumpulkan penghasilan kurang lebih Rp 7 juta sampai Rp 8 juta sebulan.

Cerita mengenai internet di Natuna juga datang dari Erduan (42), seorang yang berprofesi nelayan.

Erduan (42), nelayan tradisional yang juga seorang pengurus Rukun Nelayan Desa Setempat (RNDS) berpose saat difoto di Teluk Baruk, Sepempang, Pulau Natuna, Selasa, 8 Oktober 2019.  RNDS mengelola dana dari pemerintah pusat yang digunakan untuk membangun dermaga baru yang lebih besar di Teluk Baruk. NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA / AGOES RUDIANTO Erduan (42), nelayan tradisional yang juga seorang pengurus Rukun Nelayan Desa Setempat (RNDS) berpose saat difoto di Teluk Baruk, Sepempang, Pulau Natuna, Selasa, 8 Oktober 2019. RNDS mengelola dana dari pemerintah pusat yang digunakan untuk membangun dermaga baru yang lebih besar di Teluk Baruk.

Setali tiga uang dengan Heriman, Erduan merasa terbantu dengan adanya internet cepat di Natuna.

Bagi dia, internet memudahkannya untuk mencari informasi mengenai arah angin dan cuaca.

“Dulu (informasi itu) dapatnya dari teman-teman pakai handy-talkie. Itu pun sulit sekali karena begitu di laut, jaringan akan susah didapat,” lanjutnya.

Keseharian Erduan sebagai nelayan memang mengharuskan dirinya lebih banyak menghabiskan waktu di laut.

Erduan biasa bersiap-siap melaut pukul 09.00 WIB. Begitu berada di laut, dia akan berada di perahunya selama empat sampai lima hari.

Begitu tangkapan dirasa sudah cukup, barulah Erduan pulang. Tibanya di daratan pun, ia tidak berlama-lama di rumah. Dua hari kemudian Erduan akan kembali melaut.

“Kalau hasil tangkapan sudah banyak, saya kontak teman-teman pakai internet cari pengepul mana yang bisa membeli dengan harga lebih tinggi,” katanya.

Sejahterakan mereka

Internet yang hadir di Natuna tak pelak ikut meningkatkan pendapatan mereka. Bukan hanya profesi nelayan, dan pengepul seperti kisah Heriman dan Erduan.

Pedagang ikan asap seperti Sanedi (30) pun merasakan manfaatnya. Saedi punya usaha sambilan sebagai pedagang di samping pekerjaan utama seorang pegawai Kantor Pengadilan Agama Natuna.

Ia mengaku berdagang sejak 2015. Tapi, kemudian pada 2017 ia mulai mencoba peruntungan berdagang lewat dalam jaringan (daring) menggunakan internet.

Ikan yang dijual Sanedi kebanyakan adalah ikan tongkol. Dia mulai melakukan persiapan berjualan dari pukul 6.00 WIB.

Sanedi membuat arang dari batok kelapa untuk membuat ikan tongkol asap. Kemudian, dia mempromosikan ikan dagangannya di media sosial.

Selama Sanedi bekerja, penjualan ikan dilakukan oleh istrinya. Sewaktu berjualan secara biasa, belum daring, Sanedi pernah mendapati ikan dagangannya sepi pembeli.

Sanedi (32) berpose saat di foto di depan kedai ikan miliknya di Jemengan, Bunguran Timur, Pulau Natuna, Selasa, 8 Oktober 2019. Sanedi berjualan ikan menggunakan sistem daring melalui sosial media Facebook sejak 2017. NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA / AGOES RUDIANTO Sanedi (32) berpose saat di foto di depan kedai ikan miliknya di Jemengan, Bunguran Timur, Pulau Natuna, Selasa, 8 Oktober 2019. Sanedi berjualan ikan menggunakan sistem daring melalui sosial media Facebook sejak 2017.

Hal itu yang membuatnya memutuskan untuk merambah peluang dengan berjualan secara daring.

Semua pesanan yang masuk lewat media sosial akan Sanedi kirimkan pada siang hari di sela-sela jam istirahat bekerja.

Selama dia melakukan pengiriman, paling jauh yaitu ke daerah Bandar Sah yang memakan waktu pergi-pulang selama 30 menit.

Untuk semua pesanan yang Sanedi kirimkan, dia tidak memberlakukan ongkos kirim alias gratis. Itulah nilai lebih usahanya di mata pembeli.

Saat ini, penghasilan bersih yang Sanedi dan keluarganya per bulan dapat sekitar Rp 5 juta. Meski demikian, perjalanannya menjadi pedagang ikan daring tak berarti menemui kendala.

Dia mengaku pernah dulu saat awal mencoba peluang itu terkendala jaringan internet yang tak stabil. Apalagi, jaringan hanya mentok pada 3G.

“(Syukur), internet di daerah Natuna ini sekarang sudah bagus. Dulu belum ada 4G, kini sudah ada,” tutur Sanedi.

Palapa Ring Barat

Kepulauan Natuna berada di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Wilayah ini termasuk wilayah yang mendapat manfaat dari pembangunan infrastruktur Palapa Ring Barat (PRB).

Sekadar informasi, konsep Palapa Ring merupakan konsep dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam upaya membuat seluruh ibu kota kabupaten dan kotamadya di Indonesia terkoneksi dengan infrastruktur broadband atau internet berkecepatan tinggi.

Gagasan tersebut diawali dengan adanya kesulitan wilayah-wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) mendapatkan akses telekomunikasi yang memadai.

Adapun proses pengerjaan proyek dimulai sejak 2017. Saat ini konstruksi Palapa Ring sudah selesai dan juga telah diresmikan. Sejumlah operator telekomunikasi pun sudah digandeng agar jaringan internet bisa diakses dengan lancar.

Utilisasi jaringan Palapa Ring oleh penyelenggara telekomunikasi yang telah berkontrakBAKTI Kominfo Utilisasi jaringan Palapa Ring oleh penyelenggara telekomunikasi yang telah berkontrak

Nah, di Provinsi Riau, proyek PRB menjangkau lima kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas.

Di Kepulauan Natuna, PRB dibangun oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo.

Direktur Utama BAKTI Anang Latif mengatakan perlu dukungan dari semua pihak untuk menyukseskan target Indonesia Merdeka Sinyal 2020.

"Komitmen pemerintah daerah sangat penting dalam program penyediaan BTS. Paralel dengan pemenuhan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 dan pengusul lokasi BTS oleh pemda," ujar Anang.

Ia menambahkan, jaringan telekomunikasi yang luas dan berkapasitas besar bisa memberikan jaminan akan akses internet dan komunikasi yang berkualitas tinggi, aman, dan memiliki harga terjangkau.

“Hal itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari sektor telekomunikasi dan informatika,” kata Anang lagi.

Baca tentang

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com