JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur sebagai ibu kota negara pengganti Jakarta.
Keputusan yang diumumkan pada Senin (26/8/2019) tersebut tentu saja disambut beragam sikap, pendapat, sekaligus eforia tinggi.
Namun demikian, di balik gegap gempita pemberitaan mengenai relokasi ibu kota negara, ada yang bersikap khawatir karena melihat potensi kerusakan lingkungan, tak sedikit pula yang bersikap optimistis karena mendapat keuntungan.
Cushman and Wakefield Indonesia melihat pemindahan ibu kota akan berdampak pada proses pembangunan masif serta aktifitas perekonomian baru bagi Kalimantan Timur.
"Hal ini sekaligus mendorong pula peningkatan kebutuhan lahan dan properti di area tersebut," kata Associate Director Strategic Consulting Cushman and Wakefield Indonesia Nurdin Setyawan, dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, pekan lalu.
Baca juga: Sayembara Desain Ibu Kota Baru Segera Digelar
Menurut dia, kota-kota besar terdekat dari ibu kota baru khususnya Balikpapan dan Samarinda tentunya akan menikmati keuntungan dari arus pengembangan properti komersial yang tak lama lagi bakal terjadi.
Penerima manfaat terbesar tentunya adalah para pemilik tanah (land lord) lokal dengan luasan besar yang belum terbangun.
Mereka, akan mendapatkan kenaikan nilai tanah (capital gain) hanya dengan usaha yang sangat minimal.
Mereka mempunyai pilihan untuk mendapatkan keuntungan secara cepat, karena banyak para spekulan yang berlomba-lomba mencari lokasi dan posisi lahan yang terbaik.
Para pengembang properti juga akan mendapatkan manfaat dari pemindahan ibu kota ini. Besarnya skala pembangunan yang dibutuhkan, memberikan kesempatan yang besar untuk para pengembang, baik pengembang lokal, nasional maupun asing.
Demikian halnya dengan jasa bisnis pendukung seperti arsitektur, teknik, dan firma konsultansi akan juga mendapatkan manfaat dari meningkatnya permintaan.
Pembangunan lahan pemerintah kemungkinan besar akan dilakukan oleh berbagai pihak baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan swasta dalam beberapa pilihan skema kerja sama seperti bangun, guna serah atau Build, Operate, Transfer (BOT), sewa dan/atau tukar guling.
Baca juga: Begini Mekanisme Tukar Guling Aset Negara...
Para penanam modal (investor) di Indonesia dan global juga akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pasar investasi baru.
Khususnya, para investor yang mencari aset utama dengan pendapatan recurring yang stabil akan sangat tertarik dengan gedung perkantoran yang akan dihuni oleh berbagai instansi pemerintahan.
Aset properti dalam sektor lain seperti pusat perbelanjaan dan perhotelan juga, termasuk yang sangat diminati karena potensi pertumbuhan jangka panjang.
Selain itu, rencana relokasi ibu kota ke Kalimantan Timur akan membuka peluang perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia.
"Misalnya jika dibangun jalan yang menghubungkan Kalimantan Timur dengan negara bagian Sabah dan Sarawak, hal ini tentunya dapat meningkatkan perdagangan antara ibu kota Indonesia yang baru dengan negara-negara bagian Malaysia yang ada di Pulau Kalimantan," terang Nurdin.
Hanya, kendati berbagai peluang besar tersebut digaungkan sejumlah pihak, namun para pelaku bisnis dan industri properti melihatnya lebih realistis.
Hal yang mendapat sorotan tajam dari para pelaku bisnis dan industri properti. Presiden Direktur PT Metropolitan land Tbk (Metland) Thomas J Angfendy mengatakan, yang memainkan peran agresif saat ini adalah spekulan tanah.
"Mereka berlomba-lomba menawarkan tanah dengan harga yang sangat tinggi demi memmperoleh keuntungan secara cepat," kata Thomas.
Karena itulah, bagi Metland, masuk ke Kalimantan Timur pada saat spekulan bermain, bukan keputusan yang bijak.
Metland, menurut Thomas, masih akan menunggu kepastian dan kejelasan pemindahan ibu kota baru, baik dari mekanisme dan skema pembangunan yang melibatkan swasta, payung hukum, mapun pembagian peran.
Demikian halnya dengan PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Pengembang ini tidak akan grasa grusu dan tiba-tiba mengakuisisi lahan di lokasi ibu kota baru.
"Karena pada dasarnya kami sudah memiliki portofolio di Kalimantan Timur yakni Citra Bukit Indah Balikpapan, dan CitraGrand Senyiur Samarinda," ungkap Tulus.
Lagipula, sambung Thomas, potensi-potensi besar yang digaungkan sejumlah pihak, masih bersifat prediktif. Sementara pengembang harus mempersiapkan segala sesuatunya secara terukur.
Termasuk belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk pengembangan lahan, jika kelak ekspansi dilakukan di ibu kota baru.
"Untuk saat ini, kami fokus membangun proyek di Pulau Jawa dan Bali, serta pengembangan aerotropolis di Kertajati yang telah dimulai dengan peletakan batu pertama Horison Ultima," tuntas Thomas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.