Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Pengamat Transportasi

Dikenal sebagai pengamat transportasi, Djoko merupakan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat. Selain itu, Djoko juga tercatat sebagai anggota Tim Gugus Tugas Proyek Pengembangan dan Pembaruan Bahan Ajar Mata Kuliah Jalan Rel.

Kelahiran Pangkal Pinang 15 Mei 1964 ini lulus dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Diponegoro (Undip) pada 1990, dan menyelesaikan Magister Teknik Program Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil Pascasarjana Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1998. 

Dia juga telah menempuh pendidikan informal pada Civil Society and Public Awareness in Combatting Corruption, Institute of Social Studies The Hague (IHS) Netherland, September- Oktober 2005.

Membangun Jalur Sepeda Berkeselamatan

Kompas.com - 23/09/2019, 10:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JALUR sepeda sudah lama dibangun di beberapa kota di Indonesia, hanya dengan istilah berbeda; jalur lambat.

Sayangnya, jalur lambat ini banyak yang sudah dihilangkan untuk pelebaran jalan demi kelancaran arus kendaraan bermotor.

Surakarta merupakan contoh kota yang memiliki jalur sepeda berkeselamatan, aman, cukup lebar dan terpanjang di Indonesia.

Selain dilengkapi rambu, juga terhubung secara operasional dengan lampu pengatur lalu lintas (traffic light) khusus pesepeda yang dikendalikan sistem transportasi cerdas atau inteligentia transport system (ITS).

Selain Surakarta, di beberapa kota lain sudah terbangun jalur sepeda, seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Palembang, Bogor, Malang, Semarang, dan Balikpapan.

Namun belum bisa membangkitkan pesepeda lebih banyak untuk aktivitas kesehariannya. Jalur sepeda tersebut tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya, karena kerap digunakan oleh laju kendaraan bermotor dan sebagai tempat parkir.

Faktor keselamatan dan polusi udara juga seringkali menjadi faktor penghambat sepeda menjadi moda mobilitas keseharian.

Kasus tabrak lari yang dialami pesepeda kerap terjadi. Terbaru adalah Sandy Syafiek, karyawan televisi swasta di Jakarta yang tewas saat tertabrak mobil di Jalan Gatot Subroto, Februari 2018.

Karena itu, bila Jakarta dan kota lain ingin membangun hal serupa, perlu merancang jalur sepeda yang menjamin pesepeda selamat, aman, dan ramah lingkungan untuk mengayuh sepedanya.

Hal ini tercantum dan diperkuat oleh Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pada pasal 25g, setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat.

Pasal 45b, fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi lajur sepeda. Pasal 62, Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.

Oleh karena itu, pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.

Ada tiga macam jaur sepeda yang dapat dibangun. Pertama bike path, yaitu memberikan jalur sepeda dan pejalan kaki dalam satu jalur sama tinggi dengan meminimkan persilangan keduanya. Contohnya, sudah terbangun di sekeliling Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor.

Kedua, bike lane, yaitu menyediakan jalur khusus bagi sepeda di jalan umum, sebaiknya dilengkapi pembatas fisik. Jalur sepeda di kota-kota di China diberikan pembatas fisik demi keselamatan.

Ketiga, bike route, menyediakan penggunaan sepeda bersama dengan lalu lintas pejalan kaki atau kendaraan bermotor, biasanya di ruas jalan dengan volume lalu lintas lebih rendah

Jalur sepedaDokumentasi Djoko Setijowarno Jalur sepeda
Sepeda merupakan sarana transportasi yang belum menjadi penunjang aktivitas keseharian. Pasalnya, faktor keamanan, polusi udara, serta minimnya fasilitas pendukung menjadi kendala utama perwujudan sepeda sebagai sarana transportasi.

Sesungguhnya, tidak perlu dibangun jarak jauh, sepeda juga bisa digunakan sebagai sarana jarak pendek dari rumah menuju halte, stasiun ataupun pasar. Asalkan di tempat tersebut disediakan lahan parkir khusus sepeda.

Oleh sebab itu sepanjang jalur sepeda ada pohon peneduh dan harus disertakan pula dengan kebijakan mewajibkan kantor pemerintah dan swasta, sekolah, kampus, pasar, pusat perbelanjaan, stasiun, terminal, halte menyediakan parkir sepeda.

Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan membangun jalur sepeda sepanjang 63 kilometer harus diapresiasi.

Sebelumnya, meski masih minim, Jakarta sudah memiliki jalur sepeda. Di antaranya, Cipinang-Pondok Kopi sepanjang 6,7 km di area Kanal Banjir Timur/KBT, Pondok Kopi Marunda 14 kilometer, dan Taman Ayodya-Kantor Wali Kota Jakarta Selatan sekitar 2 kilometer.

Kemudian Jalan Imam Bonjol-Diponegoro sekitar 2 kilometer, di kawasan Gelora Bung Karno, di Kawasan Mesjid Istiqlal, Jalan Jend. Sudirman. Akan tetapi jalur sepeda itu tidak terintegrasi dan tidak berkesinambungan.

Di Jakarta pula, pada Agustus 2005 terbentuk Komunitas Pekerja Bersepeda atau Bike to Work Community dalam sebuah deklarasi di Balai Kota DKI Jakarta. Komuntas itu kemudian diikuti dengan munculnya komunitas yang sama di sejumlah kota di Indonesia.

Dalam perkembangannya, ada fasilitas peminjaman sepeda atau bikeshare di kota besar di mancanegara. Di Kawasan Monumen Nasional disediakan fasilitas gratis peminjaman sepeda dengan aplikasi gowes.

Di Bandung ada Bike On the Street Everybody Happy (Boseh). Program ini menyediakan layanan penyewaan sepeda. Di mancanegara, banyak jalur sepeda sudah dibangun lebih eksklusif dengan biaya mahal sama halnya dengan membangun jalan raya.

Kuala Lumpur juga pada tahun 2018 telah membangun jalur sepeda dengan cat warna biru di jalan-jalan tengah kotanya.

Sementara jalur sepeda di banyak kota di Eropa terbangun dalam satu lajur dengan kendaraan bermotor hanya dipisahkan cukup dengan marka pembatas.

Pendidikan dan pengetahuan masyarakatnya sudah peduli dengan sekali keselamatan, sehingga tidak menimbulkan masalah kecelakaan yang berarti.

Lain halnya dengan di Indonesia, keselamatan belum menjadi perhatian penting dalam bertransportasi.

Jalur sepeda yang dibangun dapat menyatu dengan pejalan kaki atau diberikan pembatas fisik jika bersisian dengan jalan raya.

Sanksi bagi pengendara motor atau mobil yang melintas di jalur sepeda telah diatur di Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 284, disebutkan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.

Namun tidak akan berharap banyak nantinya ada penegakan hukum di lapangan.

Jika fasilitas jalur sepeda dibangun dengan memperhatikan faktor keselamatan, keamanan dan ramah lingkungan, niscaya akan semakin banyak warga yang mau menggunakan sepeda untuk mobilitas kesehariannya. Jaringan jalur sepeda yang dibangun harus terintegrasi dan berkelanjutan.

Tidak hanya di jaringan jalan tengah kota, akan tetapi dimulai dari kawasan perumahan dan pemukiman warga.

Saya berharap ke depan, sepeda dapat menjadi salah satu moda transportasi keseharian yang ramah lingkungan, selamat, aman dan berkelanjutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com