Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang: Aneh, PPJB Dibuat Saat Pemasaran

Kompas.com - 30/08/2019, 06:52 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdullah menilai, terbitnya Peraturan Menteri PUPR Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) tidak masuk akal.

Sebab, pengembang diminta membuat sebuah perjanjian hukum dengan calon konsumen sejak proses pemasaran. Padahal, biasanya PPJB dibuat setelah proses penjualan dilaksanakan.

"Ada PPJB dari sisi penjualan, (ini) dari mulai marketing sudah harus PPJB. Kan aneh," kata Junaidi di Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Menurut dia, aturan baru ini rentan dipermainkan konsumen nakal. Sebab, dengan dalih pengembang tak bisa memenuhi target sesuai PPJB, mereka akan mengajukan tuntutan yang mungkin dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan uang muka yang telah mereka setorkan.

Padahal, imbuh dia, untuk dapat menyelesaikan sebuah proyek perumahan, diperlukan serangkaian pengurusan perizinan yang tak jarang membutuhkan waktu cukup lama.

"Untuk rumah sederhana yang uang mukanya Rp 1 juta, orang Indonesia itu suka bikin masalah. Rp 1 juta karena di situ PPJB wajib menjadwal rumah harus jadi, kalau tidak bisa Rp 1 juta bisa jadi Rp 1 miliar kalau orang niat meras," ujarnya.

Junaidi mendukung, bahwa terbitnya beleid baru itu untuk untuk melindungi hak konsumen dalam mendapatkan hunian. Meski demikian, ia juga meminta agar pemerintah tidak menerbitkan yang justru berpotensi dapat merugikan pengembang.

Setidaknya, ada dua hal yang diatur dalam beleid baru tersebut yakni tentang pemasaran dan PPJB. Aturan sanksi pada saat pemasaran diatur pada Pasal 9.

Dalam pasal itu disebutkan calon pembeli dapat membatalkan pembelian rumah tunggal, rumah deret atau rumah susun bila pengembang lalai memenuhi jadwal pelaksanaan pembangunan dan atau penandatanganan PPJB dan akta jual beli.

Kemudian, apabila calon pembeli membatalkan pembelian, seluruh pembayaran yang diterima pelaku pembangunan harus dikembalikan sepenuhnya kepada calon pembeli.

Sementara, bila pembatalan pembelian pada saat pemasaran bukan disebabkan kelalaian pengembang, maka pengembang mengembalikan pembayaran yang telah diterima kepada calon pembeli dengan dapat memotong 10 persen dari pembayaran yang telah diterima ditambah atas biaya pajak yang telah diperhitungkan.

Sedangkan dalam ayat (6) disebutkan 'Dalam hal pengembalian pembayaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak terlaksana, pelaku pembangunan dikenakan denda sebesar 1‰ (satu per-mil) per-hari kalender keterlambatan pengembalian dihitung dari jumlah pembayaran yang harus dikembalikan'.

Adapun Pasal 13 mengatur mekanisme sanksi bila pembatalan dilakukan setelah PPJB, yakni pembeli dapat menerima seluruh uang yang telah dibayarkan bila terjadi kelalaian yang dilakukan pengembang.

Bila kelalaian dilakukan pembeli dan mereka meminta pengembalian, maka pengembang tidak perlu mengembalikan uang yang telah disetorkan bila besaran uang yang diserahkan baru mencapai 10 persen.

Namun, jika pembayaran telah dilakukan pembeli lebih dari 10 persen dari harga transaksi, pelaku pengembang berhak memotong 10 persen dari harga transaksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com