Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Miris, Pemerintah Tak Anggap Perencana Lokal

Kompas.com - 23/08/2019, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BUKAN hanya urusan rektor orang asing yang membuat banyak pihak di kalangan akademisi menjadi gerah. Bincang-bincang di warung kopi antar-perencana kota pun dipenuhi bahasan Perencanaan Ibu Kota Negara (IKN).

IKN tak pelak menjadi isu aktual sambil ngopi karena penting bagi tumbuh kembangnya kearifan lokal dan meningkatkan peluang para profesional Indonesia berprestasi.

Para perencana tanah air terpingkal-pingkal ketika pemerintah mulai membuat tender penyusunan studi kelayakan lokasi (masterplan) IKN.

Diskusi pun bergulir di komunitas perencana kota organisasi profesi yang menaunginya, Ikatan Ahli Perencanaan (Kota dan Wilayah) maupun di kalangan akademisi. Untung kopinya tidak sampai tumpah.

Sangat janggal rasanya. Ternyata pemerintah mencari tenaga ahli hanya lulusan luar negeri untuk memimpin dan melakukan kajian feasibility maupun perencanaan masterplan kota baru Indonesia, apalagi IKN.

Padahal, ini merupakan kesempatan emas bagi pemerintah untuk mengutamakan tenaga dan pemikiran unggul dalam negeri.

Di ranah profesi perencana kota, secara universal didukung faktor latar belakang pendidikan khusus bidang Perencanaan Kota dan Wilayah (Urban dan Regional Planning) dan Sertifikasi Perencana (Chartered Planners).

Hal ini tak terelakan karena sebuah produk rencana merupakan dokumen negara yang dipakai untuk mengatur wilayah (statutory) yang menjaga kedaulatan (sovereignity) serta menjadi dokumen implementasi dari kesepakatan politik warga dan stakeholders melalui proses perencanaannya.

Merencana kota di Indonesia diatur melalui antara lain PP dan Permen ATR/Kepala BPN tentang pedoman penyusunan produk-produk perencanaan.

Ada peraturan menteri yang mengatur proses perencanaan nya, maupun mengatur pedoman rasio-rasio dan ukuran teknis dalam sebuah rencana, seperti infrastruktur, proyeksi kepadatan penduduk, pelayanan utilitas dan lain lain.

Selain itu, pekerjaan perencanaan Kota selalu berkaitan dengan undang undang lain yang berkaitan seperti Kelihatan, Lingkungan Hidup, Otonomi Daerah, Kelautan dan Pulau Pesisir maupun aturan pelaksana lainn nya dilapangan.

Selama ini, pemerintah baik kementerian maupun pemerintah daerah, secara rigid menerapkan UU Nomor 2 tahun 2007 tentang Jasa Konstruksi dalam setiap pekerjaan konsultan.

Praktiknya, tiap tenaga ahli yang dipekerjakan dalam pekerjaan pemerintah harus memiliki Sertifikat Kompetensi Ahli (SKA). Yang paling menyeramkan dalam hal ini adalah, panitia lelang selalu mensyaratkan SKA dan ketidakadaan SKA sifatnya menggugurkan tender.

Hal ini pun sejalan dengan pengaturan kompetensi keahlian dalam seperti termaktub dalam penjelasan ps 68 UU Jakon tentang spesifikasi keahlian yang wajib ber-SKA.

Maka saya tak heran, jika ada kesan ini kejadian ini mungkin adalah titik kulminasi ketidak percayaan dirinya para ponggawa di pihak pemerintahan. Bahkan arahan Presiden pun untuk mengembangkan sumberdaya manusia Indonesia sampai dianulir di level prokurmen kegiatan.

Rekan akademisi pun tak kalah keras tawa memelasnya. Bagaimana tidak, padahal di Indonesia saat ini pendidikan Perencanaan Wilayah dan Kota ada 66 prodi di 48 universitas, tersebar dari Aceh sampai Papua.

Bahkan ada 22 universitas asli Indonesia yang memiliki program S2.

Lengkap sudah ketidak percayaan diri kita.

Keberpihakan pemerintah pada lulusan terbaik dalam negeri begitu minim. Pemerintah nampaknya akan harus bekerja keras untuk mewujudkan program 5 tahun kedepan mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang kompetitif.

Kita harusnya bisa mulai dari rencana Ibukota negara baru ke Kalimantan. Di Kalimantan bukan hanya ada pohon, tapi ada juga universitas dengan prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, ada mahasiswanya dan ada profesionalnya.

Tersenyum saya trenyuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau