Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilik Lahan Lebih dari Satu Bidang Bakal Kena Pajak Progresif

Kompas.com - 18/08/2019, 17:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat yang telah memiliki atau akan membeli sejumlah bidang lahan baru, harus siap-siap terkena pajak lebih tinggi.

Hal ini diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang baru melalui  mekanisme pajak progresif bagi masyarakat yang memiliki lahan lebih dari satu bidang.

Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengendalikan lahan. Tujuannya agar penggunaan lahan dapat lebih maksimal. 

"Itu kebijakan fiskal yang akan kita perkenalkan di dalam RUU Pertanahan. Itu sebagai insentif dan diinsentif,"  kata Sofyan menjawab Kompas.com, Kamis (15/8/2019).

Baca juga: Aset 30 Hektar Lahan Kementerian ATR/BPN Bakal Dihibahkan kepada IPB

Selain itu, kebijakan ini juga dibuat untuk menghindari adanya spekulasi lahan. Apalagi, pemerintah berencana membangun ibu kota baru di Pulau Kalimantan untuk menggantikan DKI Jakarta. 

"Ini mau ada ibu kota baru, misalnya, orang sudah mulai ada spekulasi tanah. Dengan ada fiskal policy ini akan menetralkan," sambung Sofyan.

Besaran pentarifan pajak progresif ini, sebut Sofyan, akan dibahas kemudian setelah RUU rampung. Meski demikian, sebagai gambaran, sistem progresif yang berlaku layaknya pajak progresif kendaraan.

"Misalnya, mobil pertama pajaknya 100 persen, mobil kedua 150 persen, dan seterusnya," ungkap Sofyan.

Selain mengatur kepemilikan lahan, melalui kebijakan baru tersebut juga akan diatur besaran pajak yang lebih tinggi untuk lahan yang berada di lokasi strategis, seperti yang berdekatan dengan transportasi publik.

"Misalnya mau bikin TOD dekat stasiun MRT yang jarak kelilingnya antara 800 meter sampai 1 kilometer, dengan sistem fiskal itu bisa kita gunakan. Nanti di daerah yang dekat TOD, pajaknya lebih mahal. Yang pinggiran lebih murah, sehingga terjadi rasionalisasi," pungkas Sofyan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com