Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/08/2019, 20:00 WIB
Hilda B Alexander

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Lokasi geografis Indonesia berada di kawasan pertemuan tiga lempeng yang bergerak dari Australia, Eropa, dan Pasifik.

Kondisi seperti ini menimbulkan konsekuensi fenomena alam seperti gempa, yang terjadi akibat adanya interaksi antar lempeng, rawan terjadi di Indonesia.

Gempa tak mungkin dapat dicegah. Besarnya energi yang dilepaskan dari gempa juga belum dapat diperkirakan dengan akurat.

Akan tetapi, banyak cara antisipatif untuk meminimalisasi bahaya yang diakibatkan gempa. Salah satunya memastikan setiap ruang tinggal memiliki struktur bangunan tahan gempa.

Rumah tahan gempa memiliki karakteristik tersendiri, umumnya dilingkupi pondasi yang memenuhi standar dan telah teruji coba aman dari goncangan besar.

Dengan begitu, Anda dan keluarga akan aman saat berada di dalam rumah saat sedang terjadi gempa.

Hindari membangun rumah di permukaan berporus

Hindari membangun rumah di tanah berporusShutterstock Hindari membangun rumah di tanah berporus
Seberapa pun canggihnya teknologi arsitektur yang diterapkan dalam bangunan tahan gempa, jika permukaannya tidak cukup kuat menopang massa bangunan, rumah tetap rentan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa.

Hindari membangun rumah di atas tanah yang terlalu porus atau mudah menyerap air dan pastikan kepadatannya cukup solid.

Parahnya kerusakan rumah akibat gempa di Palu, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu dikarenakan kawasan perumahan dibangun di atas tanah yang belum terkonsolidasi dengan baik.

Rancang pondasi ikat atau isolator

Rancang pondasi ikat atau isolatorShutterstock Rancang pondasi ikat atau isolator
Karena gempa langsung memengaruhi struktur dasar bangunan, maka penting merancang pondasi yang dapat menahan getaran gempa.

Solusi yang pertama dilakukan adalah dengan mengikat seluruh pondasi ke dalam satu struktur, sehingga bisa bergerak dalam kesatuan unit.

Selain itu, bisa juga diterapkan pondasi isolator (base isolator). Pondasi ini membuat bangunan dapat bergeser mengikuti pergerakan gempa.

Saat gempa terjadi, pondasi dapat menahan struktur bangunan di atasnya tanpa menggerakkannya sama sekali.

Sebagai hasilnya, gaya lateral dari gempa berhasil diredam sehingga mengurangi dampak kerusakan yang ditimbulkan.

Konstruksi beton bertulang

Konstruksi beton bertulangShutterstock Konstruksi beton bertulang
Meskipun memiliki struktur pondasi yang solid, rumah tetap dapat mengalami goncangan saat gempa terjadi.

Hal ini berhubungan dengan tingkat daktilitas atau kelenturan material dalam menyerap energi gempa sehingga dapat mempertahankan keseluruhan struktur bangunannya.

Semakin lentur materialnya, maka semakin stabil konstruksinya.

Konstruksi bangunan sebaiknya dirakit menggunakan material beton bertulang karena memiliki tingkat kelenturan yang tinggi.

Material ini juga memiliki komponen yang bervariasi sehingga dapat membentuk struktur bangunan yang terintegrasi dengan baik.

Idealnya, konstruksi rumah tahan gempa juga menyertakan sistem peredam (active mass damping) yang dapat menahan beban di bagian atas bangunan agar tidak ambruk saat gempa terjadi.

Mengadopsi teknologi konstruksi Jepang

Adopsi prinsip bangunan anti gempa dari JepangShutterstock Adopsi prinsip bangunan anti gempa dari Jepang
Jepang sebagai negara yang paling sering mengalami gempa, telah lama menerapkan prinsip bangunan anti gempa.

Salah satu desain arsitektur anti gempa yang dapat ditiru adalah desain pada kuil dan bangunan-bangunan modernnya yang menerapkan sistem sensor airbag.

Setiap rumah mulai dipasangi sensor yang dapat mendeteksi getaran dari dalam bumi. Sensor tersebut mengaktifkan kompresor yang akan memompa udara ke dalam airbag yang terpasang di pondasi bangunan.

Airbag yang menggelembung mengakibatkan bangunan terangkat dan melayang di atas permukaan tanah yang bergerak akibat gempa.

Dengan begitu, setiap ruang dan bagian di rumah akan aman, seperti kitchen set di dapur.

Adopsi arsitektur rumah Dome

Rumah dengan arsitektur domeShutterstock Rumah dengan arsitektur dome
Rumah dome yang berbentuk membulat seperti Igloo, yaitu rumah khas suku Eskimo, diterapkan di perkampungan Sleman, daerah yang terkena bencana gempa Yogyakarta tahun 2006 lalu.

Selain struktur bangunan yang minim sudut, penggunaan material ringan seperti styrofoam juga bisa meminimalisasi bahaya yang diakibatkan guncangan besar.

Dampak risiko bencana gempa akan semakin besar seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.

Sudah saatnya kita mempersiapkan diri dari bencana berskala besar dengan membangun rumah tahan gempa.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com