Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mart Polman
Direktur Utama Lamudi

Lahir di Belanda, April 1990, Mart Polman menyelesaikan pendidikan S1 Binsis Manajemen Internasional di Universitas Groningen, Belanda, pada 2014. Pada tahun yang sama, Mart menempuh pendidikan S2 Sekolah Bisnis dan Manajemen Universitas Rotterdam, Belanda, dan lulus pada 2015.

Sebelum menjadi Direktur Utama Lamudi pada 2015 hingga sekarang, Mart tercatat pernah mendirikan ChillSuits pada 2013, dan TruQ pada 2012. 

Menanti Gebrakan Jokowi di Sektor Properti

Kompas.com - 06/08/2019, 19:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HAMPIR lima tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menakhodai negeri ini. Sebagai pemimpin negara, tentunya kebijakan strategisnya selalu ditunggu-tunggu, termasuk di sektor properti.

Industri ini memang selalu mencuri perhatian banyak pihak, karena merupakan salah satu motor penggerak perekonomian negara.

Sejak menjabat tahun 2014 lalu, pria kelahiran 21 Juni 1961 tersebut sudah banyak mengeluarkan kebijakan terkait dengan bisnis properti.

Sebut saja relaksasi pembelian properti oleh Warga Negara Asing (WNA) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015.

Melalui aturan tersebut, setiap WNA boleh membeli properti di Indonesia berupa rumah tapak atau apartemen dengan penggunaan hak pakai maksimal 80 tahun.

Aturan tersebut sebenarnya dikeluarkan untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 1996 yang dianggap kurang fleksibel terhadap WNA yang ingin membeli properti di Indonesia.

Dalam peraturan tersebut, setiap WNA hanya boleh tinggal di properti yang dibelinya dengan hak pakai selama 30 tahun, sementara dalam PP terbaru maksimal bisa mencapai 80 tahun.

Kebijakan lainnya adalah rasio Loan to Value (LTV) atau batasan pembayaran down payment  (DP) rumah untuk kredit pemilikan rumah (KPR).

Masalah LTV ini selalu menjadi momok menakutkan khususnya para pembeli rumah pertama. Jika batasan pembayaran DP dibuat terlalu tinggi akan membebani calon pembeli hunian yang pada akhirnya minat membeli rumah berkurang.

Menanggapi permasalahan ini, pemerintahan melalui Bank Indonesia (BI) juga telah melonggarkan rasio LTV.

Tercatat sejak tahun 2015 pemerintah telah tiga kali menurunkan batasan untuk pembayaran DP rumah. Pertama tahun 2015 batasan DP menjadi 20 persen yang tadinya 30 persen pada 2013, kemudian tahun 2016 turun kembali menjadi 15 persen.

Terakhir pada tahun 2018, BI memberikan kebebasan kepada perbankan untuk mengatur jumlah DP yang harus dibayar nasabah pembelian rumah pertama untuk semua tipe.

Tidak kalah menarik, di sektor pengadaan hunian khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah juga telah menjalankan Program Satu Juta Rumah.

Program ini diluncurkan untuk mengurangi angka backlog atau kekurangan rumah yang mencapai 13,5 juta unit.

Hasilnya tidak terlalu buruk, pada tahun 2015 pemerintah telah membangun 699.770 unit, tahun 2016 sebanyak 805.169 hunian, tahun 2017 ada 904.758 rumah, puncaknya tahun 2018 terbangun 1.132.621 rumah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com