JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR saat ini terus menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, yang ditargetkan dapat rampung pembahasannya pada tahun 2019 ini.
Menurut Plt Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau, ada delapan arah kebijakan pengaturan pertanahan pada RUU yang akan menjadi lex specialis dari UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) ini.
Pertama, penguatan konsep NKRI melalui pengaturan hubungan negara, kesatuan masyarakat, hukum adat dan orang dengan tanah.
"Penguatan konsep NKRI dilakukan melalui penegasan Hak Menguasai Negara, Hak Pengelolaan dan Pengakuan atas Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat," kata Andi dalam keterangan tertulis, Selasa (23/7/2019).
Kedua, pengaturan hak atas tanah untuk keadilan dan kemakmuran, yang dilaksanakan melalui peningkatan peran pemerintah dalam pembatasan jangka waktu penguasaan hak atas tanah, dan pembatasan luas kepemilikan tanah.
Baca juga: REI dan Kementerian ATR BPN Desak Pengesahan RUU Pertanahan
Selanjutnya, meningkatkan daya tarik investasi melalui pengaturan kembali jangka waktu hak atas tanah serta pengaturan kembali mengenai rumah susun, kepastian hukum penggunaan ruang di atas tanah dan di bawah tanah, dan reforma agraria.
Ketiga, pendaftaran tanah menuju single land administration system (SLAS) dan sistem positif. Sistem pendaftaran tanah bersifat positif.
Hal ini untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas karena tidak dapat dibatalkan.
"Dan ini untuk menuju ke arah yang dimaksud perlu dilakukan modernisasi pengelolaan dan pelayanan pertanahan menuju era digital, serta penyiapan lembaga penjamin (asuransi)," sambung Andi.
Keempat, penyediaan tanah untuk pembangunan yang dihimpun melalui lembaga Bank Tanah, untuk menghindari spekulan tanah ataupun kesengajaan untuk menyimpan atau mendiamkan tanah oleh swasta tanpa memanfaatkan dan menggunakan tanah yang dimaksud.
Berikutnya, percepatan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan, yang dilaksanakan dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat dan pembentukan pengadilan pertanahan.
Keenam, kebijakan fiskal pertanahan dan tata ruang, yang dilakukan melalui pengenaan pajak progresif, keringanan BPHTB (Rp 0) bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan Pemberian Insentif dan Disinsentif.
"Pengenaan Pajak Progresif diharapkan dapat mencegah para spekulan untuk menguasai tanah," cetus Andi.
Selanjutnya, memastikan wewenang pengelolaan kawasan oleh kementerian/lembaga sesuai tugas dan fungsinya.
Dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN hanya melaksanakan pendaftaran tanah demi terdaftar seluruh bidang tanah di Indonesia untuk menuju sistem positif yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Terakhir, penghapusan hak-hak lama bekas hak barat. Penghapusan ini telah diberikan batas waktu melalui konversi sebagaimana diatur dalam UU PA.
"Namun, ini perlu penegasan kembali agar Hak Barat ditetapkan sebagai tanah negara agar tidak menimbulkan permasalahan dalam pendaftaran tanahnya," pungkas Andi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.