Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turun 23 Persen, Warga yang Masih BAB Sembarangan Tersisa 23,7 Juta

Kompas.com - 01/07/2019, 14:04 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui World Health Organization (WHO) dan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) merilis laporan baru yang berfokus pada air, sanitasi, dan kebersihan di seluruh dunia. 

Laporan ini menyatakan pada tahun 2017, sebanyak 9 persen rumah tangga dari total 264 juta populasi Indonesia masih buang air besar (BAB) sembarangan.

Itu artinya, masih terdapat sekitar 23,76 juta masyarakat Indonesia yang masih BAB sembarangan. 

Hal ini diakui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki dalam kunjungan kerjanya ke Kampung Pojok, Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Serang, Banten, Jumat (15/3/2019).

Baca juga: Di Indonesia, 60 Juta Orang BAB Sembarangan

Menurut dia, selama ini masyarakat masih memiliki kegemaran untuk BAB sembarangan. Bahkan, di beberapa wilayah, ada masyarakat yang sengaja membuang BAB di halaman rumah mereka masing-masing.

"Di dunia ini hanya ada tiga negara, yaitu India, Nigeria dan Indonesia yang masih punya budaya buang air besar sembarangan," kata Basuki di Kota Serang, Jumat (15/3/2019).

Ia mengatakan, bila BAB tersebut dilakukan di sungai, mungkin tidak akan menimbulkan persoalan cukup besar. Sebab, sungai yang mengalir akan meminimalisasi dampak polusi yang ditimbulkan dari BAB.

Lain halnya bila BAB tersebut dibuang di halaman rumah, kemudian mengotori air sumur yang menjadi sumber air minum bagi keluarga.

"Air tanah kalau sudah terkotori tidak bisa dibersihkan. Ini efeknya nanti, dampaknya panjang untuk anak kecil kita," ucap Basuki.

Kendati demikian, PBB mencatat, dalam kurun 17 tahun sejak 2000, Indonesia mampu mengurangi angka BAB sembarangan sebesar 23 persen dari jumlah populasi.

Selain Indonesia, banyak negara berkembang yang juga masih bergelut dengan kondisi sanitasi yang buruk, seperti India.

Baca juga: Indonesia Masuk 3 Negara Dunia yang Warganya Masih BAB Sembarangan

Secara umum PBB mencatat terdapat sekitar 2,2 miliar orang di seluruh dunia tidak memiliki akses ke air minum bersih, lalu sekitar 4,2 miliar tidak memiliki layanan sanitas yang aman, serta 3 miliar orang tidak memiliki fasilitas cuci tangan dasar.

Laporan tersebut juga menyoroti kondisi masyarakat yang masih BAB secara terbuka serta kemajuan negara-negara yang mampu mengurangi persentasenya.

Sebanyak 91 negara berhasil mengurangi angka BAB sembarangan antara tahun 2000 hingga 2017.

Pada tahun 2000, PBB menyatakan sebanyak 1,3 miliar orang masih BAB sembarangan, namun pada 2017, angka ini berkurang hingga sebanyak 673 juta di seluruh dunia.

Data PBB menyebutkan, sebanyak 673 juta orang di dunia masih buang air besar sembarannganStatista Data PBB menyebutkan, sebanyak 673 juta orang di dunia masih buang air besar sembaranngan
Aksi pemerintah

Untuk mengurangi permasalahan ini pemerintah melalui Kementerian PUPR mengusung gerakan 100-0-100, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak dengan sasaran kawasan permukiman kumuh.

Tahun ini pemerintah mengalokasikan Rp 9,2 triliun anggaran untuk membangun infrastruktur kerakyatan.

Dari jumlah tersebut, Rp 960 miliar dialokasikan untuk pembangunan Pansimas bagi 5.323 desa dan Rp 320 miliar untuk pembangunan Sanimas di 809 lokasi.

Selain itu, terkait peningkatan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan, Kementerian PUPR juga membuat program Infrastruktur Berbasis Masyarakat (IBM), salah satunya merupakan Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).

Program Kotaku merupakan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah sehingga identifikasi lokasi diputuskan oleh pemerintah daerah (pemda) setempat.

Melalui gerakan ini, kawasan kumuh yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia akan dihilangkangkan dengan implementasi program sejak 2016 hingga 2020.

Dari 269 kota/kabupaten dan 11.076 kelurahan/desa, pemerintah telah menetapkan 2.500 kelurahan sebagai permukiman kumuh.

Guna meningkatkan kualitas infrastruktur, pelayanan perkotaan dan pengentasan kekumuhan, pemerintah meminjam dana 760 juta dollar AS atau sekitar Rp 10 triliun.

Kondisi gang di Rawa Bambu, Kalibaru, Medan Satria Jumat (2/2/2018). Kampung ini berubah penuh warna dan menjadi daya tarik warga sekitar untuk menikmati suasana gang yang lebih hidupKompas.com/Setyo Adi Kondisi gang di Rawa Bambu, Kalibaru, Medan Satria Jumat (2/2/2018). Kampung ini berubah penuh warna dan menjadi daya tarik warga sekitar untuk menikmati suasana gang yang lebih hidup
Dana pinjaman tersebut berasal dari Islamic Development Bank (IDB), World Bank, dan Asian Investment Bank.

Selain pinjaman, pendanaan juga berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta pihak swasta untuk pembangunan rumah swadaya.

Sejak diluncurkan, program ini baru menyentuh 268 kabupaten/kota di Indonesia. Menurut Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Didiet Arif Akhdiat, pelaksaan program tersebut sesuai dengan lokasi yang diidentifikasi.

Sementara menurut Basuki, kementerian telah menangani 13.556 hektar kawasan kumuh sampai 2018.

Selanjutnya, seluas 2.564 hektar lagi akan ditangani pada 2019 sehingga dapat menjangkan total 16.120 hektar kawasan kumuh.

Didiet melanjutkan, pada tahun ini, Ditjen Cipta Karya juga berencana mengembangkan penanganan kawasan kumuh di perkotaan dalam skala yang lebih besar, yaitu kawasan dengan luas di atas 15 hektar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com