Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Kota Baru, Daerah yang Memiliki Tanah Negara 300.000 Hektar

Kompas.com - 03/05/2019, 17:59 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah berencana menggunakan tanah negara di daerah yang akan menjadi ibu kota baru Republik Indonesia.

Untuk itu, pemerintah tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk pembebasan tanah jika statusnya merupakan milik negara.

"Persyaratannya itu tanah negara biar tidak besar cost-nya. Kalau bisa bebas bencana dan banyak kriteria lain," ujar Sofyan saat jumpa pers di kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Jumat (3/5/2019).

Dia menambahkan, luas tanah yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru di daerah itu lebih kurang 300.000 hektar.

Baca juga: Biaya Pindah Ibu Kota Rp 466 Triliun Masih Bisa Dihemat

Tanah seluas itu cukup ideal untuk membangun berbagai sarana dan prasarana yang menjadi kebutuhan fasilitas suatu ibu kota.

"Presiden mengatakan minimum dan maksimumnya berapa. Ibu kota baru harus ada minimumnya. Kalau terlalu kecil, tidak feasible  sebagai ibu kota baru. Itu angka yang ideal," imbuh Sofyan.

Pemerintah akan membangun sejumlah infrastruktur pendukung, termasuk transportasi dan perumahan, sehingga daerah tersebut akan tumbuh menjadi lingkungan kota dengan berbagai pelayanan yang dibutuhkan.

Pembangunan itu pun akan dilakukan bersama antara pemerintah dan swasta, serta melibatkan masyarakat.

Meski demikian, Sofyan tidak mau menyebutkan nama daerah yang akan ditentukan menjadi ibu kota baru Indonesia.

"Saya tidak bisa konfirmasi. Kami sepakat yang penting jangan sebut lokasi, sebut saja empat alternatif. Tapi, yang pasti sebanyak mungkin tanah negara agar tidak banyak biaya pengadaan tanah," tegasnya.

Sofyan berharap masyarakat tidak melakukan spekulasi terlebih dahulu, apalagi sampai membeli tanah sebanyak-banyaknya.

Sebab, tindakan itu akan merugikan mereka sendiri jika nantinya perkiraan mereka tidak sesuai kenyataan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau