KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap rencana pembangunan kota terapung yang didesain oleh firma Bjarke Ingels dan Oceanix.
Rancangan kota di atas air ini didesain agar bertahan dari bencana alam seperti banjir, tsunami, dan badai.
Menurut PBB, rencana kota ini juga dapat melindungi masyarakat dari kenaikan muka air laut di beberapa negara.
Kota ini akan dibangun dengan jarak 1,6 kilometer dari pesisir terdekat. Struktur juga dapat ditarik ke daerah aman terdekat jika terjadi sesuatu.
Baca juga: Desain Rumah Terapung Makin Digandrungi
"Semua orang di tim ini menginginkan agar ini (kota terapung) dibangun," ujar CEO Oceanif, Marc Collins seperti dikutip dari Business Insider, Kamis (4/4/2019).
Meski begitu, realisasi konsep yang dikenal dengan nama Oceanix City ini masih membutuhkan pendanaan.
Struktur-struktur ini kemudian ditata sehingga membentuk heksagonal yang lebih besar. Setiap struktur heksagonal yang lebih kecil dapat menampung hingga 300 orang.
Mengapa bentuk heksagonal yang dipilih?
Menurut tim arsitek, bentuk ini dianggap paling efisien dalam arsitektur. Dengan rancangan ini, tim arsitek berharap dapat meminimalisasi penggunaan material.
Baca juga: Rumah Terapung Ini Anti Badai
Tim perancang mengatakan, dalam satu kota tersebut terdapat total enam desa. Setiap desa terdiri dari kumpulan enam buah struktur heksagonal.
Dengan demikian, dalam satu kota terapung, terdapat sekitar 10.000 penduduk.
Bjarke Ingels mengatakan, jumlah penduduk ini dianggap merupakan angka ideal. Ini karena kota terapung tersebut didesain agar dapat memproduksi tenaga listrik, air bersih, dan panas.
Uniknya, material Biorock ini semakin lama akan semakin kuat seiring bertambahnya usia dan bahkan dapat memperbaiki dirinya sendiri selama masih terpapar arus.
Ini memungkinkan struktur kota dapat bertahan di tengah kondisi yang keras.
Baca juga: Chicago Berencana Bangun Taman Terapung
Di setiap struktur terdapat beberapa bangunan yang dibangun dengan tinggi tak lebih dari tujuh lantai.
Seluruh gedung yang ada dibangun dari bahan-bahan yang berkelnjutan seperti bambu maupun kayu.
Kota ini dilengkapi dengan sistem akuifer yang dapat mengambil air bersih dari udara. Dalam skenario terburuk saat bencana, mesin generator dapat menyaring air dari atmosfir dan mengubahnya menjadi air sekaligus memurnikannya dari bakteri dan kandungan metal.
Kota juga didesain agar dapat menghasilkan bahan pangan mandiri lewat konsep pertanian bawah air.
Konsep ini diharapkan dapat menumbuhkan tanaman pangan di bawah permukaan air. Dengan konsep pertanian ini, masyarakat bisa mendapatkan bahan makanan sepanjang tahun.
Baca juga: Norwegia Bakal Bangun Terowongan Terapung
Selain itu, masyarakat kota juga dapat mendapatkan bahan makanan dengan sistem akuaponik. Sistem ini memanfaatkan air bekas dari ikan untuk membantu menyuburkan tanaman.
Dengan berbagai fasilitas yang disediakan, tim arsitek mengatakan tidak mengizinkan adanya alat transportasi dengan emisi tinggi di dalam kota, termasuk truk pengangkut sampah. Meski begitu, penduduk kota dapat menyalurkan sampah ke tempat tertentu.
Meski begitu, desain kota masih memperbolehkan kendaraan tanpa awak.
Ide untuk membangun kota terapung memang terlihat seperti utopia. Namun Deputy Executive Director UN Habitat, Victor Kisob mengatakan, rencana ini sama seperti saat manusia menginjakkan kaki ke bulan.
Baca juga: Rumah Terapung, Solusi Darurat Bencana
"Ini merupakan eksplorasi. Ini akan berfungsi sebagai eksperimen purwarupa yang luar biasa untuk beberapa tantangan yang akan Anda hadapi di Mars," tutur Kisob.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.