Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Paul Sutaryono

Staf Ahli Pusat Studi BUMN, pengamat perbankan, dan mantan Assistant Vice President BNI

Tantangan Program Rumah Bersubsidi

Kompas.com - 01/04/2019, 20:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH akan memperluas penerima kredit pemilikan rumah (KPR) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) kepada aparat sipil negara (ASN) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta Polisi Republik Indonesia (Polri).

Faktor apa saja yang patut dipertimbangkan supaya program rumah bersubsidi ini berjalan lancar?

Awalnya, program rumah bersubsidi melalui skema KPR FLPP ditujukan bagi MBR berpendapatan maksimal Rp 4 juta untuk mengakses rumah sejahtera tapak, dan Rp 7 juta untuk rumah sejahtera susun (rusun).

Skema ini amat menawan mengingat uang mukanya hanya satu persen dengan suku bunga cicilan tetap (fixed) lima persen sampai tenor 20 tahun. Adapun, plafon KPR yang ditetapkan sekitar Rp 25 juta hingga Rp 350 juta.

Kemudian pemerintah memperluas penerima KPR itu kepada ASN dan TNI Polri dengan mengubah pendapatan dari Rp 4 juta menjadi Rp 8 juta per bulan.

Angka Rp 8 juta disesuaikan dengan gaji ASN golongan III. Tipe rumah pun diperluas menjadi di atas tipe 36 meter persegi.

Apa alasannya? Ada dua alasan utama. Pertama, masyarakat berpendapatan Rp 8 juta per bulan itu tidak bisa mengajukan KPR FLPP karena tak memenuhi syarat.

Kedua, mereka belum mampu untuk mengajukan KPR demi mengakses rumah kelas menengah.

Padahal, jumlah ASN, anggota TNI dan Polri saat ini, cukup banyak. Catatan terakhir, terdapat 945.000 ASN, 275.000 anggota TNI dan 360.000 anggota Polri.

Di sisi lain, sektor properti mulai kembali bergairah pasca penurunan akibat pelemahan nilai tukar Rupiah, krisis finansial global, dan juga penurunan daya beli.

Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) pada Maret 2019 menunjukkan kredit properti tumbuh 16,57 persen dari Rp 795,56 triliun per Januari 2018 menjadi Rp 927,35 triliun per Januari 2019.

Ilustrasi KPRwww.shutterstock.com Ilustrasi KPR
Angka itu merupakan simbol bahwa sektor properti mulai bergairah di tengah ekonomi yang kurang darah ini.

Total kredit properti Rp 927,35 triliun tersebut meliputi kredit konstruksi, real estate dan KPR, serta kredit pemilikan apartemen (KPA).

Rinciannya sebagai berikut, kredit konstruksi tumbuh tertinggi 24,69 persen dari Rp 245,48 triliun menjadi Rp 306,08 triliun (dengan kontribusi 33,01 persen dari total kredit properti).

KPR dan KPA menyusul dengan pertumbuhan 13,53 persen dari Rp 411,54 triliun menjadi Rp 467,24 triliun.

Walapun pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan kredit konstruksi, tetapi KPR dan KPA berkontribusi paling tinggi 50,38 persen.

Posisi terakhir ditempati kredit real estate yang tumbuh 11,18 persen dari Rp 138,54 triliun menjadi Rp 154,03 triliun (kontribusi 16,61 persen). Ringkas tutur, data tersebut menyiratkan rapor agak biru sektor properti.

Ragam pertimbangan

Lagi-lagi, faktor apa saja yang patut dipertimbangkan?

Pertama, ternyata KPR FLPP juga menyasar generasi milenial. Hal ini sudah dirintis PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN dengan produk KPR Gaesss sejak Oktober 2018.

Sepanjang Januari-Februari 2019, BTN telah mencatatkan transaksi penyaluran KPR milenial 3.997 unit dengan nilai transaksi Rp 1,3 triliun.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga gencar menyasar milenial melalui produk Angsuran Terencana sejak 2017 (Koran Kontan, 25 Maret 2019).

Tentu saja, generasi milenial menjadi target pasar yang empuk untuk digarap lebih lanjut oleh bank penyalur KPR FLPP.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com