Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Per 8 Maret 2019, "Backlog" Rumah 7,6 Juta Unit

Kompas.com - 11/03/2019, 10:42 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan berbagai cara untuk mengatasi masalah backlog rumah terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menurut data Kementerian PUPR  per 8 Maret 2019, jumlah backlog sebanyak 7,6 juta unit.

Salah satu usaha untuk mengatasi backlog adalah Program Sejuta Rumah. Program yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2015 ini ditujukan kepada MBR dan non-MBR.

Pada tahun 2015, ada 699.770 unit rumah yang dibangun sebanyak 65 persen untuk MBR dan 35 persen untk non-MBR.

Kemudian, pada 2016 terbangun lagi total 805.169 unit rumah, sebesar 71 persen untuk MBR dan 29 persen untuk non-MBR.

Baca juga: Target Sejuta Rumah Tahun Ini 635.361 Unit

Berikutnya, sebanyak 904.758 unit rumah berhasil dibangun pada 2017, dengan porsi 75 persen untuk MBR dan 25 persen untuk non-MBR.

Selanjutnya, pada 2018, pencapaiannya 1.132.621 unit rumah yang diperuntukkan MBR sebanyak 70 persen dan non-MBR 30 persen.

Memasuki awal tahun 2019, Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR) mengklaim bahwa hingga 11 Februari 2019 telah terbangun 77.326 unit rumah, dengan rincian 65.857 unit untuk MBR dan 11.469 unit non-MBR.

Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengklaim telah menerapkan berbagai strategi untuk mencapai target Program Sejuta Rumah tahun ini.

“Kami sedang mendorong pembangunan berbasis komunitas, juga akan segera bergulir Tapera, serta mendorong skema KPBU,” ujar Khalawi kepada Kompas.com, Rabu (20/2/2019).

Dia berharap cara-cara yang ditempuh bisa memberi semangat kepada semua pihak untuk membangun rumah, khususnya untuk MBR.

Selain itu, pemerintah juga sedang menyusun skema baru Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk aparatur sipil negara (ASN) dan anggota TNI-Polri yang dinilai masuk kategori MBR.

Skema itu mengalami perubahan batas maksimum penghasilan ASN dan anggota TNI-Polri yang bisa mendapatkan subsidi melalui FLPP.

Mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 26 Tahun 2016, penerima subsidi melalui skema FLPP adalah untuk golongan I dan II ASN dan anggota TNI-Polri dengan penghasilan dari Rp 4 juta hingga Rp 7 juta per bulan.

Namun, hasil dari rapat bersama Wakil Presiden pada Kamis (21/2/2019), batas maksimal penerima subsidi FLPP itu diubah menjadi Rp 8 juta per bulan.

Skema tersebut juga mengatur syarat rumah subsidi yang bisa dibiayai FLPP, yakni seharga Rp 300 juta dengan luas tanah 72 meter persegi.

Khalawi menuturkan, pemerintah masih menyusun mekanisme pelaksanaannya, serta membuat simulasi atas perubahan tersebut.

“Ini lagi disusun, itu kan untuk ASN dan TNI-Polri, nanti ada skema yang mungkin menaikkan. Peraturan Menteri (permen)-nya sedang diperbaiki. Lagi disimulasikan berapa kenaikannya,” ucapnya saat dtemui di Jakarta, Jumat (8/3/2019).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau