Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, TOD Tanpa Perencanaan Bisa Jadi Bumerang Sosial

Kompas.com - 13/01/2019, 12:16 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Apakah Anda masih ingat dengan iklan layanan masyarakat yang berbunyi “Hemat energi, hemat biaya”?

Selama bertahun-tahun, pesan tersebut terus-menerus disosialisasikan melalui berbagai jenis media massa untuk mengajak masyarakat Indonesia menghemat penggunaan segala macam energi dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh penggunaan energi bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor.

Selain untuk mengurangi produksi karbon di udara, penghematan energi juga cocok dengan konsep transportasi massal yang saat ini semakin gencar digembar-gemborkan oleh pemerintah.

Salah satu konsep yang makin populer adalah transit oriented development (TOD). Melalui konsep ini, masyarakat diajak menggunakan angkutan umum untuk mobilitas dan kegiatan sehari-hari, misalnya pergi ke sekolah, bekerja, belanja, atau sekadar jalan-jalan.

Baca juga: TOD Pasar Senen dan Peluang Mengembalikan Kejayaan

Menurut Ketua Masyarakat Infrastruktur Indonesia Harun al-rasyid Lubis, slogan hemat energi yang sudah sering didengungkan masih relevan untuk dilaksanakan hingga saat ini.

Salah satu caranya dengan menerapkan strategi tata ruang dan transportasi terpadu berupa penngembangan simpul-simpul kota berorientasi angkutan umum atau TOD tadi.

“Warga kota yang bermukim di kawasan padat diposisikan untuk terpaksan memilih angkutan umum dalam aktivitas keseharian karena praktis, tersambung, dan menjadi pilihan terbaik,” ujar Harun melalui penjelasan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (12/1/2019).

Dia menambahkan, meski konsep TOD sudah dipraktikkan di kota-kota besar dunia sejak tahun 1980-an, tetapi di Jakarta dan sekitarnya konsep ini mulai menarik perhatian banyak kalangan, termasuk dari masyarakat maupun swasta.

Penawaran kompleks hunian berbasis TOD semakin banyak bermunculan, terutama di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Cara ini pun menular ke berbagai kota di Indonesia guna menghadirkan transportasi umum yang aman, nyaman, dan terjangkau.

Meski demikian, tidak sedikit problem dalam melaksanakan konsep TOD ini, sebut saja masalah regulasi, kelembagaan, keuangan, perpajakan, lahan, sosial, dan penataan infrastruktur.

Harun menuturkan, untuk jangka panjang, TOD bertujuan mengubah tampilan mobilitas masyarakat di perkotaan yang biasanya menggunakan mobil dan sepeda motor menjadi menggunakan angkutan kereta dan bus.

“Ini agak kontradiktif karena peilaku sehari-hari sekitar 70 persen warga masih mengandalkan kendaraan pribadi. Namun, kecepatan pasar yang seolah-olah membangun dan menawrakan TOD semakin menjamur dan menjadi slogan iklan pengembangan properti,” imbuh dia.

Harun berpendapat, kota membutuhkan perencanaan TOD yang mumpuni, terdiri dari pedoman, peraturan, dan tata kelola TOD holistik. Jadi bukan hanya yang cepat menyebar dan pembangunan menara di tengah kota.

Jika pengelolaannya tidak teratur, realisasi TOD yang tidak terkoordinasi bisa menjadi bumerang sosial dan gagal mencegah ketimpangan spasial (gentrification), kontraproduktif, susah untuk membuat mobilitas semakin singkat, dan pengurangan produksi karbon pada masa mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau