Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2018: Suap di Tubuh Kementerian PUPR

Kompas.com - 01/01/2019, 12:43 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir tahun 2018, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendapat kado pahit dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah lembaga antirasuah itu menangkap sejumlah pegawai mereka.

Jumat, 28 Desember 2018, sekitar pukul 15.30 WIB, 22 orang diamankan terkait dugaan suap dalam pembangunan beberapa proyek sistem penyediaan air minum (SPAM).

Proyek yang dimaksud SPAM yaitu Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, Katulampa, pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Baca juga: Bawahannya Terjaring OTT KPK, Basuki Mengaku Kaget dan Sedih

Mereka yang diamankan terdiri atas pejabat pembuat komitmen, kepala satuan kerja hingga pihak swasta yang diduga memberikan suap untuk memuluskan mereka mendapat proyek yang ditenderkan.

Sejauh ini, baru delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Empat diantaranya diduga pemberi suap yakni Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) Irene Irma dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).

Sementara, empat lainnya adalah pihak yang diduga menerima suap yaitu Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.

Kasus di atas bukan yang pertama, dan satu-satunya. Sedikit ditarik ke belakang, KPK sebelumnya menangkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi Jamaluddin dan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin terkait kasus dugaan suap perizinan megaproyek skala kota, Meikarta.

Atas kasus ini, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pun kemudian mewanti-wanti jajarannya.

Baca juga: Kasus Dugaan Suap Meikarta, Kegagalan Negara dalam Pengawasan

Terdakwa suap perizinan Meikarta, Billy Sindoro saat berdoa bersama keluarganya usai sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Bandung, Rabu (26/12/2018).  KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI Terdakwa suap perizinan Meikarta, Billy Sindoro saat berdoa bersama keluarganya usai sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Bandung, Rabu (26/12/2018).
"Makanya, saya kalau di raker selalu bilang, kita di PU ini kerja dekat surga, tapi tidak jauh dari neraka. Kalau benar, amal jariyah terus. Tapi, kalau dalam pelaksanaannya main-main ya itu tadi, neraka. Dan bisa masuk penjara," kata Basuki di kantornya, Jumat (19/10/2018) lalu.

Proyek yang digagas Lippo Group tersebut turut menyeret nama Direktur Operasional Billy Sindoro, dan sejumlah kepala dinas yang terkait dengan persoalan perizinan pembangunan sebuah kawasan berskala kota.

Selain kasus Meikarta, Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi, Arfan, sebelumnya juga ditangkap KPK bersama Plt Sekda Provinsi Jambi Apif Firmansyah, Asisten 3 Sekda Pronvisi Jambi, Saipudin, dan Gubernur Jambi non aktif Zumi Zola.

Mereka diduga melakukan suap secara bersama-sama untuk memuluskan proses ketok palu pengesahan anggaran atau R-APBD 2018 di DPRD Jambi.

Basuki mengatakan, salah satu celah korupsi atau suap yang paling mungkin terjadi adalah pada saat proses tender atau pengadaan barang dan jasa. Pada saat itu, banyak perusahaan penyedia barang dan jasa yang ikut tender dan ingin mendapatkan 'kue' yang direbutkan.

"Setiap yang ikut lelang, pasti pengen menang dan dia melakukan segala cara. Bukan menuduh ya, tapi logika," kata Basuki di kantornya, Jumat (28/12/2018).

Kini, Kementerian PUPR juga tengah melaksanakan proses tender untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan tahun depan.

Di dalam alokasi APBN 2019, Kementerian PUPR mendapatkan Rp 110,7 triliun atau naik Rp 3,3 triliun bila dibandingkan dengan tahun lalu.

"Dari Rp 110,7 triliun, sebesar 84,6 persen merupakan belanja modal dan belanja barang berkarakter modal," kata Basuki dalam keterangan tertulis, akhir Oktober lalu.

Sesuai pokok-pokok kebijakan belanja 2019, anggaran tersebut akan dialokasikan pada lima hal. Pertama, melaksanakan direktif Presiden/Wakil Presiden, Hasil Sidang Kabinet, Raker/Rapat Dengar Pendapat dan Kunjungan Kerja DPR. Kedua, pembangunan yang dilakukan berbasis kawasan.

Berikutnya, tidak ada program multiyears atau kontrak tahun jamak baru kecuali bendungan dan irigasi/air baku mendukung fungsi bendungan. Keempat, prioritas Program Padat Karya Tunai (PKT).

Kelima, penyelesaian pekerjaan tepat waktu dan mutu. Serta memanfaatkan hasil-hasil Balitbang untuk solusi teknologi.

"Di luar anggaran Rp 110,7 triliun, Kementerian PUPR mendapatkan alokasi Rp 5,1 triliun yang akan digunakan untuk peningkatan empat ruas jalan dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU-AP)," kata Basuki.

Dengan alokasi anggaran yang kian besar, 'kue' pembangunan infrastruktur akan semakin besar. Dapat dipastikan, godaan yang diterima juga kian meningkat. Karena itu, tanap adanya benteng yang kuat, sangat tidak menutup kemungkinan praktik rasuah akan kembali terjadi tahun ini.

"Karena para swasta ini juga menggoda. Jadi, kalau kita gampang tergoda, ya begitu (terkena kasus)," tandas Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com