JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan akan mengkaji kontrak pekerjaan proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) yang kini tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan, tidak menutup kemungkinan Kementerian PUPR akan memutus kontrak dengan penyedia jasa yang menangani proyek-proyek tersebut.
Tercatat, ada beberapa proyek yang kini tengah didalami KPK lantaran diduga ada dugaan suap dalam proses tendernya, yakni proyek SPAM Umbulan-3 Pasuruan, Toba 1, Lampung, Katulampa, serta Palu, Sigi dan Donggala.
"Melakukan pengkajian terhadap pemutusan kontrak pekerjaan dengan penyedia jasa terkait dugaan kasus penyuapan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja dalam keterangan tertulis, Minggu (30/12/2018).
Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap empat oknum pegawai Kementerian PUPR pada Jumat (28/12/2018) lalu, menjadi kado pahit bagi kementerian tersebut pada akhir tahun ini.
Padahal, dalam setiap kesempatan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono selalu mengingatkan kepada jajarannya untuk menghentikan praktik korupsi, ijon, penggelembungan, dan pemborosa dalam membelanjakan uang negara.
Baca juga: Bawahannya Terjaring OTT KPK, Basuki Mengaku Kaget dan Sedih
Endra memastikan bahwa peristiwa ini akan menjadi momentum untuk meningkatakn pengawasan dalam proses pengadaan barang dan jasa agar lebih tertib, profesional, transparan dan akuntabel.
"Serta untuk meningkatkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan secara internal maupun eksternal agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari," tandasnya.
Delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani proses pemeriksaan selama 1x24 jam. Kini kedelapan orang tersebut telah ditahan guna menjalani pemeriksaan yang lebih intensif.
Dari kedelapan orang tersebut, empat diantaranya diduga sebagai pemberi suap kepada pegawai Kementerian PUPR yaitu Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) Irene Irma dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Sementara, empat lainnya merupakan pegawai Kementerian PUPR yang diduga menerima suap tersebut yakni Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan suap diterima untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
"Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah," ungkap Saut.
Dari hasil penelusuran KPK, Anggiat Partunggal Nahot Simaremare diduga menerima Rp 350 juta dan 5.000 dollar AS untuk pembangunan SPAM Lampung. Selanjutnya, Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
"MWR (Meina Woro Kustinah) menerima Rp 1,42 miliar dan 22.100 dollar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. TMN (Teuku Moch Nazar) Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala. DSA (Donny Sofyan Arifin) Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1," ucap Saut.
Menurut Saut, lelang diatur sedemikan rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama.
"PT WKW diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp 50 miliar, PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp 50 miliar," kata dia.
Selanjutnya, kata Saut, pada Tahun Anggaran 2017-2018, kedua perusahaan tersebut memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp 429 miliar.
"Proyek terbesar adalah pembangun SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai total proyek Rp210 miliar," ujar Saut.
PT WKE dan PT TSP diminta memberikan "fee" sebesar 10 persen dari nilai proyek. "Fee" tersebut kemudian dibagi tujuh persen untuk Kepala Satuan Kerja dan tiga persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen.
"Praktiknya, dua perusahaan ini dimintai memberikan sejumlah uang pada proses lelang, sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek," ungkap Saut.
Adapun total barang bukti yang diamankan dalam peristiwa tangkap tangan kasus tersebut sejumlah Rp 3,37 miliar, 23.100 dollar Singapura dan 3.200 dollar AS.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi Suharto, Lily Sundarsih, Irene Irma dan Yuliana Enganita Dibyo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan diduga sebagai penerima, Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, Meina Woro Kustinah, Teuku Moch Nazar dan Donny Sofyan Arifin disangkakan melanggar Pasal pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.