KOMPAS.com - Pasar properti di Sydney merosot drastis sejak Australia mengalami kejayaan pada akhir 1980-an, usai resesi panjang.
Kepala penelitian CoreLogic Inc, Tim Lawless, Selasa (11/12/2018), mengatakan, rata-rata nilai rumah di Sydney jatuh 10,1 persen sesudah era puncaknya pada 2017. Angka itu melampaui penurunan 9,6 persen yang tercatat antara 1989 sampai 1991.
Penurunan jumlah penjualan di kota paling padat di Australia ini semakin cepat karena kian ketatnya standar peminjaman di bank yang menimbulkan kegelisahan para pembeli properti.
Sementara itu, pemerintah lokal yang membuat kebijakan tetap bergeming sambil terus memantau perkembangan pasar secara ketat.
Sydney merupakan kota yang mengalami lonjakan properti dalam lima tahun terakhir. Hal itu terlihat dari harga yang meningkat lebih dari 60 persen dari tahun 2012.
Baca juga: Orang Surabaya Beli Apartemen Sydney Rp 12 Miliar-Rp 18 Miliar Per Unit
Itu berarti hanya sedikit orang yang bisa memiliki rumah. Sementara itu, bank-bank besar mendominasi sekitar 80 persen dari pasar kredit kepemilikan rumah.
"Kami sedang melewati puncak siklus harga perumahan yang datang begitu saja. Perubahan di pasar perumahan diperkirakan terus berlanjut," ujar Kepala Bagian Pendapatan BlackRock Inc untuk Australia, Craig Vardy, Selasa, seperti dipublikasikan The Straitstimes.
Menurut dia, merosotnya harga perumahan bisa jadi berlangsung lebih lama dalam 12 hingga 18 bulan mendatang. Hal itu bisa memengaruhi penurunan harga rumah nasional sampai 10 persen.
Secara terpisah, menurut data dari Biro Statistik Australia pada Selasa, harga rumah di Sydney turun 1,9 persen dalam tiga bulan hingga akhir September. Ini merupakan kinerja terburuk dalam satu kuartal sejak Maret 2005.
Faktor terbesar jatuhnya harga properti ini diperkirakan karena pengetatan standar pemberian kredit secara bertahap selama empat tahun terakhir.
Hal itu dipicu kekhawatiran terhadap standar yang dinilai terlalu longgar sehingga regulator membatasi jumlah peminjaman dan menaikkan suku bunga, serta menekan bank untuk memperketat pengawasan.
Para analis memperkirakan jumlah rumah tangga yang bisa mengajukan telah berkurang sekitar 20 persen.
Pihak berwenang Australia telah berulang kali menekankan bahwa penurunan itu sesuai yang diinginkan untuk mengurangi lonjakan pasar properti agar tidak berkelanjutan, dan pasar pun sekarang disarankan mengembalikan kondisi supaya kembali normal.
Sementara itu, pejabat Bank Sentral Australia, Guy Debelle, menuturkan, bank berisiko memperburuk kemerosotan itu jika mereka secara bersamaan tidak memberikan pinjaman.
Meski demikian, dari data yang dirilis pada Senin lalu menunjukkan kenaikan yang mengejutkan, ternyata nilai pinjaman yang terbaru untuk para pembeli rumah meningkat 3,5 persen pada Oktober 2018. Ini merupakan yang terbesar sejak Agustus 2015.
Tidak bisa dimungkiri bahwa bisnis kredit perumahan menjadi faktor utama keuntungan bank selama beberapa tahun terakhir.
Dari berbagai masalah itu, yang menjadi perhatian utama bagi bank sentral yaitu penurunan harga rumah bisa menyebabkan konsumen mengurangi pengeluarannya, yang menjadi efek dari berkurangnya kekayaan.
Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan besar pada kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.