Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasokan Pekerja dan Material, Tantangan Bangun Risha di Lombok

Kompas.com - 13/11/2018, 15:30 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga kini, produksi rumah instan sederhana sehat (risha) bagi korban bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih jauh daritarget.

Pemerintah pun terus berupaya meningkatkan produksi, salah satunya dengan mendatangkan tenaga kerja dari luar NTB.

Untuk diketahui, jumlah rumah rusak mencapai 75.000 unit. Dari jumlah tersebut, hanya 40 persen atau sekitar 30.000 unit yang diizinkan pemiliknya untuk dibangun kembali dengan menggunakan teknologi Risha.

Pemerintah sebelumnya menargetkan dapat menyelesaikan pembangunan Risha selama enam bulan.

Artinya dalam sebulan jumlah risha yang harus diproduksi mencapai 5.000 unit atau sekitar 150-200 unit per hari.

Baca juga: Lagi, Pemerintah Kirim 96 Insinyur Bangun Risha di Lombok

"Padahal produksi sekarang baru 30-40 unit per hari, masih rendah," kata Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga kepada Kompas.com, Selasa (13/11/2018).

Pembangunan risha telah dimulai sejak awal September 2018. Bila diakumulasikan dengan rata-rata jumlah produksi, baru sekitar 1.320 hingga 1.760 unit yang telah terbangun.

Danis menuturkan, salah satu kendala dalam produksi risha adalah jumlah tenaga kerja yang terbat.

Oleh karena itu, Kementerian PUPR kembali mengirim 96 calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk menambah kekuatan produksi.

Baca juga: Pembangunan Risha di Lombok Berjalan Lambat

Sebelumnya, sudah ada 398 CPNS Kementerian PUPR yang telah dikirim pascagempa pada akhir Agustus 2018 lalu.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menambahkan, tantangan lain yang dihadapi yaitu material risha yang masih belum memadai.

Karena itu, saat Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambangi wilayah ini beberapa waktu lalu, kembali mengimbau Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dapat berperan aktif membantu pemerintah.

"Ibu Puan juga meminta agar pemda bisa menggerakkan pengusaha lokal, karena ini uang besar yang ada di NTB. Saya tidak ingin mencetak (material) di luar NTB, sehingga peredaran uangnya di luar NTB. Saya ingin sesuai arahan Presiden, supaya peredaran uang ada di NTB," tuntas Basuki

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com