JAKARTA, KOMPAS.com - Ketika suatu wilayah menyimpan potensi bencana besar, maka upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan mencari tahu tingkat risiko yang dapat ditoleransi.
Hal ini diungkapkan oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Abdul Kamarzuki kepada Kompas.com, Selasa (9/10/2018).
Abdul mengatakan ada tiga hal pokok dalam kebijakan dasar mitigasi bencana di kawasan yang memiliki kerawanan tinggi.
Pertama adalah relokasi atau penghindaran. Namun opsi ini dipilih setelah melalui kajian terhadap tingkat risiko.
Baca juga: Lengkapi Rencana Tata Ruang, Pemetaan Gempa Mikrozonasi Dibutuhkan
Apabila tingkat risiko bencana pada suatu wilayah masih dapat ditoleransi, maka struktur konstruksi di tempat tersebut dapat dibangun namun dengan beberapa syarat.
Tetapi jika tingkat bahaya sudah tidak dapat ditoleransi, maka opsi relokasi dipilih untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya.
Kedua adalah proteksi melalui sistem infrastruktur mitigasi bencana, serta adaptasi melalui peraturan zonasi atau persyaratan membangun di kawasan bencana.
Lalu yang terakhir adalah persiapan sistem evakuasi yang efektif serta efisien seperti jalur dan tempat evakuasi.
"Ketiga kebijakan tersebut dapat menurunkan tingkat bahaya, serta menurunkan tingkat kerentanan," ucap Abdul.
Kebijakan ini juga dapat meningkatkan tingkat kapasitas wilayah atau kota dalam menghadapi bencana. Hal ini dilakukan agar risiko dapat ditekan serta dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi.
Jika dalam suatu wilayah memiliki potensi bencana yang cukup besar dan membahayakan warga yang tinggal, maka diperlukan rencana relokasi.
Namun aspek lain yang perlu dipertimbangkan adalah resistansi atau upaya pertahanan dari masyarakat.
Sudah menjadi rahasia umum jika masyarakat yang menempati suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu akan mempertahankan daerah tersebut.
Selain itu, aspek lain yang harus diperhatikan adalah kemampuan pendanaan pemerinta daerah.
"Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa setiap upaya relokasi selalu memerlukan biaya yang besar," imbuh dia.
Baca juga: Data OSM, Likuefaksi di Desa Jono Oge Seluas 436,87 Hektar
Jika masyarakat dalam wilayah tersebut menolak, maka upaya terakhir sebagai tindakan antisipasi adalah melakukan penegakan hukum terkait implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Bentuk penegakan hukum ini bisa berupa pengendalian pemanfaatan ruang dan tidak menerbitkan izin di lokasi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi.
Selain itu, edukasi terkait bencana kepada masyarakat juga harus ditingkatkan. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat lebih memahami konsekuensi yang akan dihadapi.
"Karena dalam menghadapi bencana, kesigapan masyarakat merupakan salah satu kunci agar koban tidak jatuh lebih banyak," pungkas Abdul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.