Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Ruteng, Ide Besar SASO Architects Memajukan Daerah Tertinggal

Kompas.com - 27/09/2018, 19:06 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Biro arsitektur SASO Architects dari Jakarta yang dinakhodai Andi Subagio baru-baru ini memenangi salah satu kategori dalam 5th Global LafargeHolcim Awards for Sustainable Construction, 2018.

Andi bersama dua orang temannya, Danna Rasyad dan Theodorus Alryano, tampil sebagai terbaik kategori Next Generation untuk wilayah Asia Pasifik.

Perhelatan ini digelar oleh LafargeHolcim Foundation sebagai ajang kompetisi desain pembangunan berkelanjutan berskala internasional.

Dalam kompetisi itu, Andi dan timnya mengajukan desain pembangunan sekolah di Ruteng, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Baca juga: Arsitek Indonesia Menangi Penghargaan Asia Pasifik

Awalnya, pembangunan sekolah itu merupakan proyek sosial yang dikerjakan sesuai pesanan klien SASO Architects, yaitu lembaga keagamaan Katolik dari Semarang.

Namun, seiring berjalannya proyek, mereka berpikir untuk mengikutsertakan desain itu dalam ajang LafargeHolcim Awards, sekaligus mengembangkan desainnya agar lebih baik dan potensial secara ekonomi.

"Ini proyek studio saya sendiri, diundang untuk desain sekolah ini. Lalu ada award ini, saya dan dua teman mengeksplor lebih desain proyeknya," kisah Andi kepada Kompas.com seusai diskusi bertema "Building Sustainably to Support Education in Indonesia", di Jakarta, Kamis (27/9/2018).

Selain menciptakan desain, Andi dan timnya juga memiliki gagasan untuk mencari dana guna membantu pembiayaan pembangunan sekolah tersebut.

Sebab, dalam pelaksanaannya, proyek itu makin berkembang sesuai kebutuhan dengan berbagai fasilitas tambahan.

"Desain sudah ada, tapi donatur belum. Kami cari donatur juga untuk pengembangan proyek ini karena komitmen masih panjang," ucap Andi.

Ruteng harus maju

Dia ingin menjadikan pembangunan sekolah tersebut sebagai momentum perkembangan daerah Ruteng agar lebih maju.

Karena itu, menurut Andi, perlu banyak pihak yang terlibat supaya kehadiran proyek tersebut bisa berdampak positif bagi lingkungan sekitarnya.

Para pihak itu bisa dari pemerintah, swasta, lembaga sosial, dan komunitas yang memiliki minat sama untuk aktif berpartisipasi.

Andi menambahkan, proyek sekolah ini berada di lahan seluas 3.800 meter persegi. Saat ini sudah ada sembilan kelas yang terbangun. Rencananya akan ada 36 kelas.

Dia melihat respons masyarakat setempat cukup bagus dan ingin melibatkan peran mereka untuk meningkatkan kondisi perekonomian daerah yang saat ini masih sangat tertinggal. Salah satunya melalui usaha produksi batako.

Selama ini batako yang diproduksi Desa Ruteng, dikenal cukup bagus dan berpotensi jadi sumber penghasilan. Namun, masyarakat terkendala pendidikan dan pengetahuan yang kurang untuk mengelola dan memasarkannya.

"Pendidikan mereka rendah, ada suntikan dana dari kementerian pariwisata, tapi mereka enggak berdaya. Makanya kami genjot sekalian produksinya. Harapannya bisa jadi sentra batako untuk Flores karena punya potensi dan ekonomi bisa meningkat," tutup Andi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com