Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Smart City, Cara Korsel Kurangi Ketidaknyamanan Tinggal di Kota

Kompas.com - 04/07/2018, 14:16 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan urbanisasi tak hanya dihadapi Indonesia. Bahkan negara sekaliber Korea Selatan (Korsel) pun menghadapi tantangan serupa.

Dalam 35 tahun terakhir, laju urbanisasi di Korsel melonjak cukup signifikan. Bila pada 1980-an laju urbanisasi mencapai 68,7 persen, tahun 2015 tercatat pertumbuhan mencapai 91,8 persen.

Pesatnya laju urbanisasi rupanya menimbulkan berbagai persoalan lain. Bila pada kurun waktu 1980-1990 persoalan masih berkutat pada keseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah, tahun 2000 tantangan yang dihadapi menjadi lebih kompleks.

Tantangan tersebut mulai dari tingkat kelahiran rendah, jumlah penduduk usia tua yang meningkat, hingga perubahan iklim.

"Oleh sebab itu pemerintah Korsel mengumpulkan para ahli untuk membahas rencana pengembangan kota dalam jangka waktu 20 tahun ke depan," kata Deputi Direktur Divisi Kebijakan Perkotaan Kementerian Tanah, Infrastruktur dan Transportasi Korsel Ahn Se-Hee dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (4/7/2018).

Salah satu hasil pemikiran yang muncul yaitu perlu dibangunnya kesepahaman antara Departemen Tenaga Kerja, Departemen Pertanahan, dan Departemen Kehakiman, terkait pengembangan tata kota berkelanjutan.

Pada 2017, pemerintah negeri ginseng itu akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan yang bertujuan meningkatkan daya saing antarkota serta kualitas hidup masyarakat.

"Kami mencoba menciptakan kota dengan tingkat ketahanan tinggi," kata dia Ahn Se-Hee.

Proyek pengembangan itu dimulai awal tahun ini. Kota Sejong dan Busan dipilih sebagai proyek percontohan pengembangan kawasan smart city yang berorientasi transit oriented development (TOD).

Pengembangan, kata Ahn, tak hanya sebatas pada pembangunan jaringan serta infrastruktur, tetapi juga perbaikan berbagai regulasi yang berpotensi mengurangi ketidaknyamanan masyarakat dalam bertempat tinggal.

"UU Information, Communication and Technology ditata ulang menjadi hukum dasar pengembangan smart city," ujarnya.

Korsel juga mengoperasikan sebuah sistem melalui UU Penggunaan Tanah. Mereka berupaya mengubah sistem penggunaan lahan secara fleksibel, menyederhanakan prosedur serta sistem lisensi untuk kegiatan pengembangan.

"Selain itu, kami juga memperbaiki aturan di daerah terlarang serta mengembangkan proyek yang akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat," imbuh dia.

Ahn menekankan, kunci keberhasilan pengembangan smart city berbasis TOD yaitu adanya partisipasi masyarakat secara aktif.

Masyarakat harus dilibatkan di dalam setiap pembangunan yang dilakukan dan tidak boleh merasa terasingkan.

"Setiap warga negara memiliki peran dan tanggung jawab. Mereka juga harus memiliki paradigma tentang perkotaan," tuntasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau