Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPJT: Integrasi Beda dengan Kenaikan Tarif Tol

Kompas.com - 02/07/2018, 19:10 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Wakil Ketua Komisi V DPR Sigit Sosiantomo menilai, integrasi tarif tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) melanggar aturan. Integrasi ini tidak sesuai dengan kaidah kenaikan tarif tol, yakni mempertimbangkan laju inflasi.

Sigit mengatakan, integrasi tarif tol JORR berpotensi melanggar pasal 48 UU Jalan. Ada indikasi kenaikan tarif terselubung dalam kebijakan ini khususnya untuk pengguna tol jarak pendek.

Kenaikan tersebut, tambah Sigit, sangat signifikan yaitu 57,8 persen dari tarif awal Rp 9.500 menjadi Rp 15.000.

"Padahal, jika mengacu UU, dengan inflasi hanya 3 persen per tahun maka kenaikan masksimal hanya 6 persen," kata Sigit dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Namun, menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna, integrasi ini berbeda dengan kenaikan tarif tol pada umumnya.

Meskipun dia mengakui, kenaikan tarif terutama bagi kendaraan Golongan I atau kendaraan pribadi yang melakukan perjalanan jarak dekat.

"Untuk penyesuaian tarif betul, itu disesuaikan berdasarkaan inflasi setiap dua tahun sekali. Tapi yang kami lakukan ini adalah perubahan sistemnya, untuk meningkatkan efisiensi sesuai dengan penyelenggaraan jalan tol itu sendiri," kata Herry dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (2/7/2018).

Jalan tol akses Tanjung Priok itu merupakan bagian dari Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR). Akses jalan bebas hambatan ini tersambung dengan Jalan Tol Dalam Kota  Seksi North South (NS) yang akan menghubungkan lalu lintas dari JORR ke Cawang, Pluit, dan ke pelabuhan Tanjung Priok.Dok JGC Jalan tol akses Tanjung Priok itu merupakan bagian dari Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR). Akses jalan bebas hambatan ini tersambung dengan Jalan Tol Dalam Kota Seksi North South (NS) yang akan menghubungkan lalu lintas dari JORR ke Cawang, Pluit, dan ke pelabuhan Tanjung Priok.
Ia mengatakan, integrasi tarif ini sebenarnya telah sesuai dengan tujuan penyelenggaraan jalan tol yang diatur di dalam UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.

Pasal 43 ayat 1 huruf (b) UU Jalan disebutkan, jalan tol diselenggarakan untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Sementara, pasal 2 ayat 2 PP Jalan Tol dinyatakan, penyelenggaraan jalan tol bertujuan meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya.

"Ini sesuai dengan UU. Pada satu dua jalan, ada kita harus berhenti berkali-kali. Ketika sampai Meruya, berhenti, bayar. Sampai Rorotan, berhenti, bayar," kata Herry.

"Ini kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah kendaraan tadi harus berhenti untuk melakukan transaksi," imbuhnya.

Herry menambahkan, dengan integrasi ini, sistem transaksi yang sebelumnya dilakukan dua hingga tiga kali bila pengguna jalan melakukan perjalanan terjauh 76,8 kilometer di Tol JORR, kini cukup sekali yaitu di setiap on-ramp  ruas Tol JORR.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra ZunaKompas.com / Dani Prabowo Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna
Selain itu, sistem transaksi yang sebelumnya berlaku tertutup dengan dua hingga tiga pentarifan, nantinya akan berubah menjadi menjadi sistem terbuka dengan tarif tunggal.

"Itu tadi yang dikeluhkan tarifnya naik dari Rp 9.500 jadi Rp 15.000, tetapi itu adalah untuk yang jarak pendek, sekali bayar. Jadi kalau dia hanya gunakan JORR W1, tentu dia akan mengalami kenaikan Rp 15.000," kata dia.

"Tetapi kalau dia dari JORR W1 ke Tanjung Priok, yang harus dibayar adalah Rp 34.000 golongan 1-nya. Sehingga turun dari Rp 34.000 menjadi Rp 15.000 G0longan 1-nya," lanjut Herry.

Herry mengklaim, dibandingkan pengguna JORR yang menempuh jarak pendek dan jarak jauh, maka jumlah yang melakukan perjalanan jarak jauh lebih besar.

"Karena Golongan 1 yang melakukan perjalan jarak pendek itu 38 persen. Jadi ini sekali lagi kami sampaikan, dengan gabungan sistem terbuka menjadi satu sistem, kita ingin mencari keseimbangan sistem baru," tuntas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com