SINGAPURA, KOMPAS.com - Integrasi tarif tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) menuai pendapat pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Karena menimbulkan polemik inilah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunda penerapan penyesuaian tarif tol ini.
Baca juga: Akhirnya, Kenaikan Tarif Tol JORR Ditunda
Penundaan ini, tentu saja disambut beragam sikap oleh sejumlah kalangan, terutama pengguna jasa tol JORR yang setiap hari melakukan perjalanan ulang alik (komuter), dan badan usaha jalan tol (BUJT) selaku investor.
Kendati demikian, ada satu sikap linear sebagai benang merah yang bisa diambil sebagai dampak kebijakan integrasi tarif tol ini, yakni sosialisasi.
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), penundaan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan sejumlah BUJT dalam menyosialisasikan perubahan secara lebih intensif kepada masyarakat.
Saat dikonfirmasi Kompas.com, Kepala BPJT Herry Trisaputra Zuna mengatakan, penundaan itu dilakukan sampai masa sosialisasinya cukup.
“Sampai cukup sosialisasinya,” ujar Herry singkat saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/6/2018) sore.
PT Jasa Marga (persero) Tbk selaku BUJT Tol JORR pun manut sikap pemerintah dengan mengikuti setiap arahan yang diberikan.
"Kami ikuti saja arahan Menteri PUPR," ujar Desi.
Diketahui, keputusan Kementerian PUPR menunda kenaikan tarif itu juga diambil setelah mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen masyarakat terkait.
Pengamat Transportasi dari Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ) Adriansyah Yasin Sulaiman menganggap penundaan ini tidak masalah, asalkan memang ditujukan benar-benar untuk memaksimalkan upaya sosialisasi penyesuaian tarif.
Sementara untuk esensi kebijakan itu sendiri yakni kenaikan tarif menurut Yasin, tidak masalah. Bahkan, dia menilainya sebagai hal positif dan wajar dilakukan.
Hal ini mempertimbangkan Tol JORR yang sejak awal dirancang sebagai jalur lingkar luar atau bypass untuk kendaraan logistik.
Akan tetapi, karena arah pembangunan Jakarta yang semakin masif dan berkembang ke arah koridor TB Simatupang, menarik minat penglaju atau masyarakat di sekitarnya untuk ikut menggunakan jalan tol ini.
Selain itu, Yasin melihat integrasi tarif tol JORR juga lebih memberikan manfaat ke simplifikasi pembayaran.
"Tapi yang terutama tentu saja bagi komuter dari Bintaro atau Pantai Indah Kapuk (PIK) ke arah TB Simatupang akan jadi lebih murah tarifnya," jelas Yasin kepada Kompas.com, Selasa (19/6/2018) malam.
Kendati demikian, Yasin memafhumi, kenapa akhirnya penyesuaian tarif tol ini dinilai sangat drastis karena pembangunannya juga cukup timpang.
Jalan tol baru seperti JORR W1 dan Akses Tanjung Priok yang baru dibuka tahun 2010-an memiliki nilai konsesi dengan tarif per kilometernya lebih tinggi ketimbang JORR TB Simatupang yang dibangun tahun 1990-an.
Jadi jika dilihat pada satu sisi memang kenaikan tarif ini agak kurang adil bagi mereka yang hanya menggunakan ruas Tol JORR TB Simatupang.
Untuk itu, sejatinya ada beberapa aolusi yang bisa diambil, terutama untuk BUJT dalam hal ini Pt Jasa Marga (Persero) Tbk.
Satu di antaranya mengembalikan sistem Kartu Langganan Tol (KLT) bagi komuter yang sering menggunakan Tol JORR, atau abonemen per bulan yang jauh lebih simpel ketimbang harus menghitung ulang tarif.
Jasa Marga yang selama ini sudah mengembangkan kartu Jasamarga (JM) Access sebagai kartu abonemen di ruas Tol Jakarta-Tangerang harusnya lebih intensif lagi.
"JM access ini kan banyak keuntungannya buat pengguna JORR ini nanti," tegas Yasin.
Jelas ini lebih hemat sekian ratus ribu, dan seharusnya ini bisa dicoba di Tol JORR sebagai opsi yang 'lebih murah' untuk komuter yang terdampak tarif baru.
Momentum perbaikan transportasi publik
Dengan meluasnya pengaruh kebijakan penyesuaian tarif, lanjut Yasin, seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk dapat menekan penggunaan kendaraan pribadi.
Ini juga merupakan saat yang tepat bagi para penyedia jasa transportasi publik sepeti PT Trans Jakarta merancang jaringan transportasi umum di koridor yang dilintasi Tol JORR, lebih baik agar masyarakat yang terdampak penyesuaian tarif, punya opsi alternatif transportasi.
"Jadi tarif JORR naik harusnya bisa digunakan sebagai momentum untuk operator transportasi umum 'mengundang' mereka yang gak sanggup bayar mahal tol, beralih ke transportasi umum," ucap Yasin.
Selama tarif tol masih dibuat murah, masyarakat komuter pasti memilih untuk naik mobil pribadi ketimbang transportasi umum.
Sebaliknya, jika tarif mahal, setidaknya komuter bisa menghitung pengeluaran mereka jauh lebih mudah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.