JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah saat ini tengah mengembangkan 100 smart city secara bertahap. Dalam dua tahun terakhir ini, sudah 75 kabupaten/kota yang telah menandatangani nota kesepahaman terkait pengembangan sistem kota cerdas ini.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, pengembangan smart city tak bisa hanya berorientasi pada penguatan terhadap sistem teknologi informasi.
Penyederhanaan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat juga termasuk ke dalam aspek smart city.
Baca juga : 50 Wali Kota dan Bupati Teken Gerakan Menuju 100 Smart City
"Smart city bukan sekadar membeli komputer dan membeli server, tetapi bagaimana melayani masyarakat agar menjadi lebih baik," kata Rudiantara saat kegiatan penandatanganan nota kesepahaman 50 kabupaten/kota menuju Gerakan 100 Smart City di Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Sebagai contoh, dalam waktu dekat Kemenkominfo akan menghapus sekitar 40 peraturan menteri yang berkaitan dengan izin bisnis telekomunikasi.
Tujuannya untuk menyederhanakan proses perizinan, sehingga perizinan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Ia menargetkan, proses perizinan itu dapat selesai dalam satu hari setelah diajukan.
Dengan pengembangan yang berorientasi kepentingan masyarakat, sebenarnya tak hanya masyarakat yang akan diuntungkan tetapi juga pemda selaku penyelenggara pemerintahan.
Misalnya, dengan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif, hal ini bisa meningkatkan branding kabupaten/kota kepada investor untuk menanamkan modal. Dampak lainnya, infrastruktur pun bisa dikembangkan seiring dengan meningkatnya investasi.
"Terus juga bisa mengundang turis karena fasilitasnya yang sudah lengkap, sehingga bisa meningkatkan PAD," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Master plan
Presiden Direktur PT Lintasarta Arya Damar mengatakan, dalam mengembangkan smart city, pemerintah daerah harus memiliki master plan yang jelas.
Penyusunan master plan harus terintegrasi, tak hanya antar kabupaten/kota tetapi juga pemerintah provinsi bahkan hingga tingkat nasional.
"Setelah itu harus punya infrastruktur. Ini yang sering dilupakan, seolah smart city itu hanya perlu aplikasi," kata Arya.
Ia menambahkan, pemerintah daerah juga harus memiliki key performance indicator (KPI) untuk setiap master plan yang direncanakan.
"Jangan sampai punya smart city, tapi hanya 5-10 persen yang memanfaatkan," kata dia.
Salah satu bentuk smart city yang cukup berorientasi bagi masyarakat yaitu pengembangan sistem kedaruratan daerah.
Dalam beberapa kasus, masyarakat sering bingung untuk membuat laporan bila mendapati adanya kondisi darurat di wilayahnya.
Beberapa waktu lalu, Jasnita telah bekerja sama dengan Pemkot Semarang dan Manado dalam pengembangan sistem kegawatdaruratan ini.
Tak hanya memudahkan masyarakat, integrasi sistem ini rupanya dipandang positif oleh sebagian besar turis yang bertandang di kedua wilayah itu.
Pasalnya, mereka merasa lebih aman bila sewaktu-waktu ada peristiwa darurat yang menimpa mereka.
"112 ini juga menjadi standar internasional. Bahkan itu bisa di-call dalam kondisi handphone tanpa sinyal dan bahkan tanpa simcard sekalipun. Kami mendapatkan informasi, emergency call ini bisa meningkatkan indeks pariwisata suatu daerah," tuntasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.