JAKARTA, KOMPAS.com – Tarif tol yang berlaku saat ini dikeluhkan oleh sejumlah supir truk logistik lantaran dianggap terlalu mahal. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun berencana memangkas tarif yang berlaku guna menekan biaya angkut logistik.
Rencana pemangkasan tarif ini pun kemudian mendapat tanggapan investor dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Menurut Direktur Utama PT Translingkar Kita Jaya Hilman Muchsin tinggi rendahnya tarif tol tergantung pada biaya yang harus dikeluarkan saat pembangunan jalan tol itu sendiri. Salah satu komponen termahal adalah pembebasan lahan.
Hilman menuturkan, bila proses pembebasan lahan dapat berjalan cepat, semestinya tarif yang dibebankan kepada masyarakat tidak perlu terlalu tinggi saat tol tersebut beroperasi. Persoalannya, sering kali proses pembebasan lahan itu berjalan lambat.
“Karena keterbatasan pemerintah dalam menyediakan tanah, BUJT harus menanggung biaya kenaikan. Kan setiap tahun naik. Harusnya dioperasikan dalam dua tahun, delapan tahun belum juga dioperasikan,” kata Hilman kepada Kompas.com, Senin (26/3/2018).
Di sisi lain, semakin mundur pekerjaan, maka biaya konstruksi yang dikeluarkan akan semakin besar.
BUJT, sebut dia, pada umumnya bersedia meminjam dana dari perbankan untuk membantu pemerintah menalangi anggaran pembebasan lahan.
Namun yang perlu menjadi catatan, pengembalian investasi sudah dihitung sedemikian rupa di dalam rencana bisnis yang juga diatur dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT).
“Kalau tarif diturunkan lagi, udah itu enggak ada lagi kepastian usaha di jalan tol. Karena di jalan tol itu hanya dua orang bisa masuk. Satu lewat tarif, dua lewat konsesi. Itu saja. Kalau tarifnya sudah goyang, ya bubar. Kan tarifnya ditentukan sejak awal,” keluh Hilman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.