Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun Kota Inklusif, Singapura Libatkan Kaum Difabel

Kompas.com - 24/03/2018, 19:08 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

SINGAPURA, KOMPAS.com - Membangun kota yang inklusif telah menjadi fokus Pemerintah Singapura selama beberapa tahun terakhir. Semua itu dilakukan demi mengakomodasi kebutuhan semua kalangan masyarakat yang ada di Negeri Singa tersebut.

Kota inklusif diartikan sebagai kota yang pembangunannya diperuntukkan bagi kebutuhan semua masyarakat, baik normal maupun masyarakat dengan kebutuhan spesial atau difabel.

Kendati demikian, peneliti atau Research Fellow pada Institute of Policy Studies Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, Justin Lee mengakui, pembangunan kota inklusif yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura masih belum maksimal.

"Akan ada lagi peningkatan, kami memang melakukan lebih banyak hal dibandingkan negara lain, tetapi kita juga lebih sedikit dari yang lainnya," kata Justin saat ditemui di Marina Bay Sands dalam acara Arts and Disability International Conference 2018", Singapura, Kamis (22/3/2018).

Gedung Parlemen Singapura. Foto diambil Kamis (22/3/2018).KOMPAS.com/RIDWAN AJI PITOKO Gedung Parlemen Singapura. Foto diambil Kamis (22/3/2018).
Pemerintah Singapura, kata Justin, harus terus mengembangkan rencana induk yang ada di Kementerian Sosial dan Pembangunan dan juga terus melakukan semacam forum group discussion (FGD) guna memperbanyak infrastruktur dengan fasilitas ramah kaum difabel agar mereka bisa beraktivitas seperti masyarakat lainnya.

Pemerintah Singapura telah memberikan perhatian kepada para kaum difabel agar bisa setara dengan warga lainnya, termasuk dalam hal bekerja dan aktivitas lainnya.

Untuk itu, diperlukan pendekatan berbeda guna benar-benar menghadirkan budaya inklusif di Singapura.

"Menurut saya, kita bisa melakukannya melalui pendidikan. Untuk pendekatan yang berbeda akan lebih baik jika kita mendatangi sekolah untuk memiliki pengalaman langsung karena bisa membangun empati," imbuh Justin.

Persimpangan Jalan Parlemen dan North Bridge SIngapura. Foto diambil Kamis (22/3/2018).KOMPAS.com/RIDWAN AJI PITOKO Persimpangan Jalan Parlemen dan North Bridge SIngapura. Foto diambil Kamis (22/3/2018).
Berdasarkan pengamatan Kompas.com, hampir semua fasilitas umum seperti Stasiun MRT, halte bus, restoran, mal, hingga trotoar dibangun dengan melibatkan kebutuhan warga difabel.

Kemudian di beberapa restoran di Singapura terdapat beberapa orang difabel yang dipekerjakan menjadi kasir, pelayan, dan lain sebagainya.

Kendati demikian, Justin menilai Pemerintah Singapura mesti lebih banyak bersinggungan dengan organisasi difabel guna merancang rencana induk pembangunan Singapura.

Konsep kota inklusif ala Singapura ini sebetulnya bisa dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna membuat ibu kota Indonesia ini lebih inklusif lagi. 

Salah satu sudut di Water Park, Punggol, Singapura, Kamis (22/3/2018).KOMPAS.com/RIDWAN AJI PITOKO Salah satu sudut di Water Park, Punggol, Singapura, Kamis (22/3/2018).
Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia Gunawan Tjahjono mengatakan dengan menjadikan Jakarta kota inklusif, bakal berujung pada kota dengan ketahanan atau resilient city.

"Jika Pak Jo (sejarawan Universitas Tarumanegara) mengatakan Jakarta kota yang gagal, saya tidak bisa membantah. Karena memang Jakarta saat ini belum ramah pada penduduk kota atau lapisan masyarakat tertentu yang selama ini terdampak urbanisasi," ujar Gunawan.

Mau tidak mau, imbuh Gunawan, Jakarta harus mengubah dirinya dan Pemprov DKI Jakarta harus menciptakan konsep pembangunan yang ramah bagi semua kalangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com