Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Ada Dikotomi Swasta-BUMN di Proyek Infrastruktur

Kompas.com - 17/03/2018, 16:32 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Selama ini kontraktor swasta sering merasa dikucilkan dalam pembangunan proyek infrastruktur. Mereka menganggap pembangunan proyek tersebut lebih dimonopoli oleh perusahaan pelat merah.

Namun, anggapan tersebut ditampik Direktur Utama PT Brantas Abipraya (Persero) Bambang E Marsono dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/3/2018) lalu.

Menurut Bambang, baik swasta maupun BUMN sebenarnya memiliki hak yang sama dalam menggarap proyek infrastruktur yang digagas pemerintah.

“Baik BUMN atau swasta itu sama. Aturannya sama, tendernya sama, cuma kebetulan nasib saja berbeda. Tapi dalam hal regulasi tidak ada bedanya,” kata Bambang.

Daripada memunculkan dikotomi BUMN dan swasta, ia menyebut, lebih tepat bila disebut kontraktor besar dan kecil. Pasalnya, bidang yang digeluti sama yaitu infrastruktur, dan bertindak sebagai pihak yang sama yaitu kontraktor.

“Kalau besar kecil, bisa BUMN atau tidak BUMN. Swasta juga ada yang besar, seperti Totalindo. Itu proyek BUMN kalah total dari Totalindo. Jadi itu, jangan ada dikotomi antara BUMN dan swasta,” sambung dia.

Bambang menambahkan, dalam setiap pelaksanaan sebuah tender, Brantas Abipraya selama ini juga tidak pernah mendapatkan karpet merah dari pemerintah. Kecuali, memang ada penugasan langsung dari pemerintah untuk menggarap proyek infrastruktur.

Seperti PT Hutama Karya (Persero) dalam menggarap Tol Trans Sumatera. Penugasan tersebut sesuai dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 yang diperbarui dengan Perpres 117 Tahun 2015, HK diberi tugas mengembangkan 2.770 kilometer ruas tol Trans Sumatera.

Untuk saat ini, ada delapan ruas prioritas yang akan dibangun hingga 2019 sepanjang 650 kilometer.

“Jadi sama saja. Kita sering kalah juga saat tender. Ya tidak apa-apa, itu tuntutan,” cetus Bambang.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum III Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Bambang Rachmadi sebelumnya, menyebut, perusahaan pelat merah terlalu memonopoli proyek infrastruktur.

Dari rencana alokasi anggaran sebesar Rp 4.000 triliun untuk pembangunan proyek infrastruktur hingga 2019, 55 persen diantaranya menjadi porsi delapan kontraktor Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Sebanyak 140.000 kontraktor itu kebagian hanya 45 persen. Kan ini terlalu timpang,” kata Bambang saat diskusi bertajuk ‘Indonesia Infrastructure Incorporated’ di Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Ia pun berharap, agar porsi proyek yang diperuntukkan bagi kontraktor swasta dapat ditambah. Paling tidak, seimbang yaitu sama-sama 50 persen dengan BUMN. Selain itu, peran serta kontraktor swasta diharapkan juga dapat ditingkatkan.

Sekadar informasi, dari 3.953 paket pekerjaan senilai Rp 77,86 triliun yang dimiliki Kementerian PUPR pada tahun lalu, 93 persen diantaranya atau 3.650 paket senilai Rp 32,29 triliun digarap kontraktor kecil dan menengah.

"Paket di atas Rp 100 miliar, 65 persen dikerjakan BUMN dan 35 persen swasta. Untuk paket Rp 50 miliar-Rp 100 miliar, hanya 10 persen dikerjakan BUMN, sementara swasta 90 persen. Di bawah Rp 50 miliar sebanyak 3.650 paket, seluruhnya dikerjakan swasta," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangan tertulis, Kamis (1/2/2018).

Untuk tahun ini, Basuki menambahkan, porsi kontraktor kecil dan menengah naik 31 persen dari tahun sebelumnya.

Dari total 4.971 paket senilai Rp 59,96 triliun, 4.776 paket senilai Rp 31,76 triliun digarap kontraktor kecil dan menengah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com